Pages

Epidemiologi Penyakit Menular Tentang HIV


BAB I. PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

.               Virus adalah organisme yang kecil, bahkan lebih kecil dari pada bakteri yang bisa menyebabkan TBC atau kolera. Virus tersebut begitu umum sehingga manusia dapat terserang olehnya beruulang kali sepanjang hidupnya. Virus dapat menyebabkan demam demikian juga polio, campak, gondok, dan flu. Virus-virus ini dapat tersebarkan oleh batuk, bersin/ sentuhan. HIV ( Human Immunodeficiency Virus) berbeda meskipun juga termasuk salah satu virus. HIV tidak dapat menyebar dengan cara yang sama seperti virus-virus pada umumnya. HIV hanya dapat disebarkan oleh hubungan seks, darah, jarum kotor, dan alat-alat lain, serta dari seorang ibu kepada anaknya yang belum lahir atau ibu yang menyusui bayinya.
Infeksi Human Immuno Deficiency Virus dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV dan AIDS) dalam 4 tahun terakhir semakin nyata menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari epidemi rendah menjadi epidemi terkonsentrasi. Hasil survei pada subpopulasi tertentu menunjukkan prevalensi HIV di beberapa propinsi telah melebihi 5% secara konsisten. Berdasarkan hasil estimasi oleh Departemen Kesehatan (Depkes) pada tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000 - 216.000 orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Indonesia.
 Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV dan AIDS diprioritaskan pada upaya pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus AIDS yang memerlukan terapi antiretroviral (ARV), maka strategi penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan.
Sejak awal abad ke 21 peningkatan jumlah kasus semakin mencemaskan. Pada akhir tahun 2003 di Indonesia jumlah kasus AIDS yang dilaporkan bertambah 355 kasus sehingga berjumlah 1371 kasus, semantara jumlah kasus HIV positif mejadi 2720 kasus.Pada akhir tahun 2003 25 provinsi telah melaporkan adanya kasus AIDS. Penularan di sub-populasi penasun meningkat menjadi 26,26% . Peningkatan jumlah kasus AIDS terus terjadi, pada akhir Desember 2004 berjumlah 2682 kasus, pada akhir Desember 2005 naik hampir dua kali lipat menjadi 5321 kasus dan pada akhir September 2006 sudah menjadi 6871 kasus dan dilaporkan oleh 32 dari 33 provinsi. Sementara estimasi tahun 2006, jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan 169.000–216.000 orang. Data hasil surveilans sentinel Departemen Kesehatan menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi HIV positif pada sub-populasi berperilaku berisiko, dikalangan penjaja seks (PS) tertinggi 22,8% dan di kalangan penasun 48% dan pada penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebesar 68%. Peningkatan prevalensi HIV positif terjadi di kota-kota besar, sementara peningkatan prevalensi di kalangan PS terjadi baik di kota maupun di kota kecil bahkan di pedesaan terutama di provinsi Papua dan Irian Jaya Barat. Di kedua provinsi terakhir ini epidemic sudah cenderung memasuki populasi umum (generalized epidemic).Distibusi umur penderita AIDS pada tahun 2006 memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak. Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai 54,77%, dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi 89,37%. Sementara persentase anak 5 tahun kebawah mencapai 1,22%. Diperkirakan pada tahun 2006 sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal.
Dengan tingginya angka penderita ini, maka dapat kita keahui bahwa HIV telah mampu menewaskan banyak jiwa. Selain itu HIV yang selanjutnya menjadi AIDS akan membuat penderitanya tak lagi produktif, sakit dan memiliki beban hidup (ekonomi social) yang tinggi. Inilah yang menjadi momok menakutkan dan perlu mendapat penanganan yang tept.






B.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan HIV?
2.      Apa yang menjadi unsur penyebab HIV?
3.      Bagaimana cara penularan HIV?
4.      Bagaimana cara virus HIV keluar masuk ke penjamu?
5.      Apakah yang menjadi pembawa (carrier) HIV ?
6.      Bagaimana gejala orang yang menderita HIV ?
7.      Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan HIV ?


C.     TUJUAN
1.      Mengetahui defenisi HIV dan bagaimana virus HIV bisa menimbulkan kerusakan pada system kekebalan manusia
2.      Mengetahui dan memahami unsur penyebab HIV
3.      Mengetahui cara penularan HIV
4.      Mengetahui  cara virus HIV keluar masuk ke penjamu
5.      Mengetahui pembawa (carrier) HIV
6.      Mengetahui dan memahami gejala orang yang menderita HIV
7.      Memahami cara pencegahan dan penanggulangan HIV








BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.    DEFENISI HIV
1.      hivPengertian HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah Virus yang menyerang sistim kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan timbulnya AIDS.
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.


HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia, terutama CD4 positive T-sel dan macrophages (komponen-komponen utama sistem kekebalan sel) dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).
Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi. Di sekitar kita banyak sekali infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV merupakan virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penurunan kekebalan tubuh, sehingga tubuh rentan terhadap penyakit lain yang mematikan. AIDS  disebabkan oleh Virus (Jasad Sub Renik) yang disebut dengan HIV. sedangkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) itu sendiri adalah Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan timbulnya AIDS.
Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai berikut:
·         Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.
·         Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tidak sembuh- sembuh)
·         Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau
·         Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS.

2.      HIV Melemahkan System Kekebalan Tubuh
 Sasaran penyerangan HIV adalah Sistem Kekebalan Tubuh, terutama adalah sel-sel Limfosit T4. Selama terinfeksi, limfosit menjadi wahana pengembangbiakan virus. Bila sel-sel Limfosit T4 -nya mati, virus akan dengan bebas menyerang sel-sel Limfosit T4 lainnya yang masih sehat. Akibatnya, daya tahan tubuh menurun.
Akhirnya sistem kekebalan tak mampu melindungi tubuh, sehingga kuman penyakit infeksi lain (kadang disebut Infeksi Oportunistik / Infeksi Mumpung) akan masuk dan menyerang tubuh orang tersebut. Bahkan kuman-kuman lain yang jinak tiba-tiba menjadi ganas. Kumannya bisa Virus lain, Bakteri, Mikroba, Jamur, maupun Mikroorganisme patogen lainnya. Penderita bisa meninggal karena TBC, Diare, Kanker kulit, Infeksi Jamur, dll.
Bila seseorang telah seropositif terhadap HIV, maka dalam tubuhnya telah mengandung HIV. Dalam jumlah besar HIV terdapat dalam darah, cairan vagina, air mani serta produk darah lainnya.  Apabila sedikit darah atau cairan tubuh lain dari pengidap HIV berpindah secara langsung ke tubuh orang lain yang sehat, maka ada kemungkinan orang lain tersebut tertular AIDS. Cara penularan yang paling umum ialah: senggama, transfusi darah, jarum suntik dan kehamilan. Penularan lewat produk darah lain, seperti ludah, kotoran, keringat, dll. secara teoritis mungkin bisa terjadi, namun resikonya sangat kecil.

3.      HIV menjadi AIDS
Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya AIDS. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika manusia terkena Virus HIV belum tentu terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.


Ada beberapa tahapan ketika seseorang dikatakan terinfeksi HIV hingga terkena AIDS. Tahapan-tahapan itu antara lain:
1.    Tahap 1: Periode Jendela
a)   HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah
b)   Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
c)   Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
d)   Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan
2.    Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
a)   HIV berkembang biak dalam tubuh
b)   Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
c)   Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV
d)   Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)
3.    Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
a)   Sistem kekebalan tubuh semakin turun
b)   Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
c)   Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan          tubuhnya
4.     Tahap 4: AIDS
a)   Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
b)   Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah


B.    SUMBER PENULARAN
Berdasarkan Sumber penularan Penyakit menular, terbagi atas 4 yaitu:
Penderita, Pembawa (carrier), Binatang sakit, Tumbuhan atau spora
Untuk penyakit HIV  sumber penularan berasal dari pembawa virus HIV, pembawa virus HIV biasanya belum menampakkan gejala yang berat, untuk dapat diketahui pembawa virus tersebut harus menjalani test dan serangkaian uji laboratorium lainnya. Walaupun tidak memiliki gejala klinis, namun pembawa virus HIV ini berpotensi besar menularkannya ke orang lain (healthy carrier: terlhat sehat namun mengandung unsure penyebab yang dapat ditularkan ke orang lain). HIV juga ditularkan oleh penderita HIV / AIDS itu sendiri, biasanya mereka yang telah memasuki tahap AIDS telah menunjukkan gejala gejala penurunan kekebalan tubuh yang sanagt jelas, mereka ini jika telah lama menderita masuk ke dalam chronic carrier: menjadi sumber penularan yang cukup lama.

C.     UNSUR PENYEBAB HIV dan CARA PENULARAN
Penyakit HIV disebabkan oleh virus, yaitu HIV sendiri (Human Immunodeficiency Virus) adalah Virus yang menyerang sistim kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan timbulnya AIDS. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu
Cara penularan Penyakit Menular terjadi melalui 4 cara, yaitu: kontak langsung, udara, makanan/minuman, dan vector. Berdasarkan cara penularan di atas maka HIV ditularkan melalui kontak langsung.

D.    CARA KELUAR MASUK DARI PENJAMU KE PENJAMU LAIN                   

Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan.
1.      Hubungan seks, terutama melalui anus (anal)
Orang yang punya penyakit infeksi jika memiliki luka atau ada cairan dari tubuh yang keluar maka bisa 10 kali menularkan potensi HIV kepada pasangannya lewat hubungan seks. Perilaku gonta ganti pasangan seks tanpa menggunakan kondom juga sangat berisiko. Lakukan hubungan seks yang aman.

2.      Penggunaan bersama jarum suntik yang terkontaminasi oleh pemakai narkoba atau perawatan kesehatan
Jarum suntik yang sudah dipakai bisa mengandung cairan dari pemakainya. Kebiasaan seperti ini yang banyak digunakan pemadat. Padahal jarum suntik hanya sekali pakai.


3.      Transfusi darah
Penularan melalui transfusi darah risikonya sangat tinggi, maka itu bank darah biasanya akan mengecek berulang-ulang pada darah yang digunakan pasien melalui skrining yang ketat.

4.      Antara ibu dan bayinya selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui
Ibu hamil yang punya penyakit HIV berisiko tinggi menularkan ke bayinya saat masa hamil, bersalin dan menyusui.
Penularan HIV dari ibu hamil ke anak bisa terjadi karena infeksi melewati plasenta, saat proses persalinan atau menyusui. Sumber infeksi ini bisa dari darah ibu, plasenta, cairan amnion dan ASI.
Kemungkinan bayi tertular HIV dari ibunya
pada masa kehamilan adalah 15-20 persen. Sedangkan pada saat kelahiran 10-15 persen, dan pada saat menyusui adalah 15-20 persen.
Untuk mengurangi ancaman anak yang dilahirkan tertular HIV dari ibu hamil, menurut dr Utami semua ibu hamil HIV harus diberi obat ARV (Antiretroviral). Pemberian ARV ini dapat menurunkan secara drastis kemungkinan bayi tertular HIV pada masa kehamilan.

5.      Terjadinya luka akibat pemakaian benda yang bersamaan seperti silet
Pisau cukur juga bisa menularkan HIV. Jadi hindari penggunaan barang-barang seperti itu bergantian, lebih baik punya sendiri, kecuali benda-benda itu sudah disterilkan.
Untuk mengerti bagaimana virus tersebut bekerja, seseorang perlu mengerti bagaimana sistem kekebalan tubuh bekerja. Sistem kekebalan mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Sistem ini terdiri dari banyak jenis sel. Dari sel–sel tersebut sel T–helper sangat krusial karena ia mengkoordinasi semua system kekebalan sel lainnya. Sel T–helper memiliki protein pada permukaannya yang disebut CD4.
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal. Tanpa perawatan, viral load, yang menunjuk pada jumlah relatif dari virus bebas bergerak didalam plasma darah, akan meningkat mencapai titik dimana tubuh tidak akan mampu melawannya.
Perkembangan dari HIV dapat dibagi dalam 4 fase:
1.      Infeksi utama (Seroconversion), ketika kebanyakan pengidap HIV tidak menyadari dengan segera bahwa mereka telah terinfeksi.
2.      Fase asymptomatic, dimana tidak ada gejala yang nampak, tetapi virus tersebut tetap aktif.
3.      Fase symptomatic, dimana seseorang mulai merasa kurang sehat dan mengalami infeksi–infeksi oportunistik yang bukan HIV tertentu melainkan disebabkan oleh bakteri dan virus–virus yang berada di sekitar kita dalam segala keseharian kita.
4.      AIDS, yang berarti kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV, adalah fase akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah CD4 kurang dari 200.

E.     GEJALA HIV
Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif.
Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan kaena tubuh kita membutuhkan waktu sekitar 3 – 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walau pun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan HIV melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi.
Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada tahapan AIDS adalah:
        Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat
        Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
        Diare berkepanjangan (lebih dri satu bulan)
Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :
·         Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)
·         Kelainan kulit dan iritasi (gatal)
·         Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan
·         Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher, ketiak dan lipatan paha.
Karena bentuk dan letak alat kelamin laki-laki berada di luar tubuh, gejala PMS lebih mudah dikenali, dilihat dan dirasakan. Tanda-tanda PMS pada laki-laki antara lain:
·         berupa bintil-bintil berisi cairan,
·         lecet atau borok pada penis/alat kelamin,
·         luka tidak sakit;
·         keras dan berwarna merah pada alat kelamin,
·         adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam,
·         rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin,
·         rasa sakit yang hebat pada saat kencing,
·         kencing nanah atau darah yang berbau busuk,
·         bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah menjadi borok.
Pada perempuan sebagian besar tanpa gejala sehingga sering kali tidak disadari. Jika ada gejala, biasanya berupa antara lain:
·         rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual,
·         rasa nyeri pada perut bagian bawah,
·         pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin,
·         keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya,
·         keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal,
·         timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual,
·         bintil-bintil berisi cairan,
·         lecet atau borok pada alat kelamin.

F.     PENCEGAHAN dan PENANGGULANGAN HIV

1.            Cara Pencegahan Secara Umum
 Terhadap infeksi HIV dapat dilakukan berbagai langkah pencegahan, yaitu: (a) primer: meliputi upaya pencegahan agar virus tidak menular ke orang lain (kontak seksual dengan pasangannya secara aman, melindungi janin dari ibu yang mengidap HIV, menghindari kontak antar darah) dengan memperhatikan azas kewaspadaan universal; (b) sekunder: bagi yang terlanjur terpapar dengan virus HIV (kontak seksual kemudian diketahui bahwa pasangannya mengidap HIV, kecelakaan kerja yang sering dialami oleh paramedis, dokter muda, PPDS, para dokter operator) melalui pemberian ARV secepat mungkin sampai terbukti tidak terpapar, sehingga virus tidak berkesempatan masuk ke dalam sel target; (c) tersier: dilakukan terhadap individu yang terpapar HIV dan virus telah masuk ke dalam sel target (setelah 1–2 minggu) dengan upaya mempertahankan status ketahanan tubuh agar tetap berada pada keadaan homeostasis, mencegah munculnya infeksi sekunder, melakukan deteksi dini infeksi sekunder, deteksi dini keganasan; (d) kuartener: upaya mencegah kematian sel, kematian jaringan, kematian organ, sehingga sistem tubuh tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Diperlukan upaya perbaikan gizi secara cepat dan tepat, melakukan inovasi intervensi untuk meningkatkan status imun, mengatasi infeksi primer melalui upaya peningkatan status imun dan eliminasi HIV dengan bantuan obat-obatan, mengatasi infeksi sekunder dan keganasan.

2.            Strategi Penanggulangan HIV-AIDS Di Dunia Dan Indonesia
Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia secara umum mengadopsi strategi yang digunakan oleh UNAIDS dan WHO. Kedua lembaga internasional ini menetapkan beberapa langkah penanggulangan HIV/AIDS di dunia dengan beberapa area prioritas. Karena penyakit ini hingga sekarang belum ada obat untuk menyembuhkannya, maka area pencegahan adalah salah satu prioritas yang harus dilakukan. Diantara program-program yang masuk dalam area pencegahan pada Strategi Nasional Penanggulangan HIV-AIDS adalah: kondomisasi, Subsitusi Metadon dan Pembagian Jarum Suntik Steril. Upaya penanggulangan HIV/AIDS versi UNAIDS ini telah menjadi kebijakan nasional yang berada di bawah koordinasi KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).
a. Kondomisasi
Kondomisasi (100% kondom) sebagai salah satu butir dari strategi nasional tersebut telah ditetapkan sejak tahun 1994 hingga sekarang. Kampanye pengunaan kondom awalnya dipopulerkan melalui kampanye ABCD. ABCD, yaitu A: abstinentia; B: be faithful; C: use Condom dan D: no Drug. Saat ini kampanye penggunaan kondom semakin gencar dilakukan melalui berbagai media, seperti buklet-buklet, melalui stasiun TV nasional, seminar-seminar, penyebaran pamflet-pamflet dan stiker dengan berbagai macam slogan yang mendorong penggunaan kondom untuk ‘safe sex’ dengan ‘dual protection’ (melindungi dari kehamilan tak diinginkan sekaligus melindungi dari infeksi menular seksual).
Kampanye kondom tak jarang dilakukan dengan membagi-bagikan kondom secara gratis di tengah-tengah masyarakat seperti mall-mall dan supermarket. Kampanye tentang kondom pun telah masuk ke perguruan tinggi dan sekolah-sekolah. Terakhir, demi memperluas cakupan sasaran penggunaan kondom (utamanya para ABG/remaja yang masih segan kalau harus membeli di apotik), kini telah diluncurkan program ATM (Anjungan Tunai Mandiri) kondom. Cukup dengan memasukkan 3 koin lima ratus perak, maka akan keluar 3 boks kondom dengan 3 rasa.

b. Subsitusi Metadon dan Pembagian Jarum Suntik Steril
Saat ini, strategi subsitusi metadon dalam bentuk Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dan pembagian jarum suntik steril telah menjadi salah satu layanan di rumah-rumah sakit, puskesmas-puskemas dan di klinik-klinik VCT (voluntary Counseling and Testing). DepKes menyediakan 75 rumah sakit untuk layanan CST (Care Support and Treatmen), tercatat 18 Puskesmas percontohan, 260 unit layanan VCT yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun benarkah upaya ini akan mengurangi risiko penularan HIV/AIDS? Jawabannya jelas tidak. Mengapa?
Subsitusi adalah mengganti opiat (heroin) dengan zat yang masih merupakan sintesis dan turunan opiat itu sendiri, misalnya metadon, buphrenorphine HCL, tramadol, codein dan zat lain sejenis. Subsitusi pada hakekatnya tetap membahayakan, karena semua subsitusi tersebut tetap akan menimbulkan gangguan mental, termasuk metadon. (Hawari, D. , 2004) Selain itu metadon tetap memiliki efek adiktif. (Bagian Farmakologi. FK. UI. Jakarta.2003) Sementara itu mereka yang terjerumus pada penyalahgunaan NARKOBA termasuk para IDU pada hakikatnya sedang mengalami gangguan mental organik dan perilaku, dimana terjadi kehilangan kontrol diri yang berikutnya menjerumuskan para pengguna NARKOBA dan turunannya tersebut pada perilaku seks bebas. Adapun pemberian jarum suntik steril kepada penasun agar terhindar dari penularan HIV/AIDS, jelas merupakan strategi yang sangat absurd. Ketika seorang pemakai sedang ’on’ atau ’fly’ karena efek narkoba suntik tersebut, mungkinkah masih memiliki kesadaran untuk tidak mau berbagi jarum dengan teman ’senasib sepenanggungannya’?! Di saat seperti itu, masihkah mereka memiliki kesadaran yang bagus tentang bahaya berbagi jarum suntik bersama, padahal pada saat yang sama mereka sudah lupa (baca: tidak sadar lagi) bahwa memakai narkoba suntik sebagaimana yang mereka lakukan sekarang -dengan atau tanpa berbagi jarum suntik- adalah hal yang membahayakan kesehatannya?! Lagi pula, sudah menjadi hal yang dipahami bahwa mereka-mereka yang sudah terlanjur ’terperangkap’ dalam jerat gaya hidup yang rusak ini biasanya memiliki rasa kebersamaan dan solidaritas yang sangat tinggi dengan teman-temannya sesama pemakai. Dari temanlah mereka pertama kali mengenal narkoba, dan bersama teman jugalah mereka kemudian bersama-sama berpesta narkoba. Hal ini dibuktikan oleh tingginya angka kekambuhan akibat bujukan teman-teman. Dan biasanya setiap pemakai memiliki peer group dengan anggota 9-10 orang.
Dengan demikian, memberikan jarum suntik meskipun steril, di tengah-tengah jeratan mafia NARKOBA sama saja menjerumuskan anggota masyarakat kepada penyalahgunaan NARKOBA. Terlebih lagi,  para pengguna narkoba ini tetap berisiko terjerumus pada perilaku seks bebas akibat kehilangan kontrol, meskipun mereka telah menggunakan jarum suntik steril.
G.    FAKTOR DETERMINAN HIV
a.      Faktor Host
 Infeksi HIV/AIDS saat ini telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi adalah pengguna narkoba suntik (Injecting Drug Use), kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak mitraseksual) misalnya WPS (wanita penjaja seks), dari satu WPS dapat menular ke pelanggan-pelanggannya selanjutnya pelanggan-pelanggan WPS tersebut dapat menularkan kepada istri atau pasangannya. Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesamanya atau lelaki seks lelaki (LSL). Narapidana dan anak-anak jalanan, penerima transfusi darah, penerima donor organ tubuh dan petugas pelayan kesehatan juga mejadi kelompok yang rawan tertular HIV.
Berdasarkan data Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Proporsi penularan HIV/AIDS melalui hubungan heteroseksual sebesar 50,3%, IDU 40,2%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) 3,3%, perinatal 2,6%, transfusi darah 0,1% dan tidak diketahui penularannya 3,5%.10 Risiko penularan dari suami pengidap HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%.27 Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS adalah usia pada saat infeksi. Orang yang terinfeksi HIV pada usia muda, biasanya lambat menderita AIDS, dibandingkan jika terinfeksi pada usia lebih tua.
Dalam Adisasmito (2007), risiko transmisi transplasental yaitu transmisi dari ibu kepada bayi/janinnya saat hamil atau saat melahirkan adalah 50%, yaitu apabila seorang ibu pengidap HIV melahirkan anak, maka kemungkinan anak itu terlular HIV.25 Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya 1%.15 Petugas kesehatan yang terluka oleh jarum suntik atau benda tajam lainnya yang mengandung darah yang terinfeksi virus HIV, mereka dapat menderita HIV/AIDS, angka serokonversi mereka <0,5%.
b.      Faktor Agent
Virus HIV secara langsung maupun tidak langsung akan menyerang sel CD4+. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga menggangu sel-sel efektor imun yang lainnya, daya tahan tubuh menurun sehingga orang yang terinfeksi HIV akan jatuh kedalam stadium yang lebih lanjut.
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan thymus, yang membuat individu yang terinfeksi akan terkena infeksi opurtunistik. Jumlah virus HIV yang masuk sangat menentukan penularan, penurunan jumlah sel limfosit T berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh.
 AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun, artinya dalam waktu lima tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan meninggal.27 Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan telah meninggal di Indonesia hingga Desember 2009 adalah 19,3%.
c.       Faktor Environment
Menurut data UNAIDS (2009), dalam survei yang dilakukan di negara bagian Sub-Sahara Afrika antara tahun 2001 dan 2005, prevalensi HIV lebih tinggi di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan, dengan rasio prevalensi HIV di kota : pedesaan yaitu 1,7:1. Misalnya di Ethiopia, orang yang tinggal di areal perkotaan 8 kali lebih mudah terinfeksi HIV dari pada orang-orang yang tinggal di pedesaan.
Penelitian Silverman, dkk (2006) desain Case records di Mumbai, pada 175 orang perempuan korban perdagangan seks di rumah pelacuran di India, 54,3% diantaranya berasal dari India, 29,7% berasal dari Nepal, 4% berasal dari Bangladesh dan 12% tidak diketahui asalnya. Dari 28,4% perempuan India korban perdagangan seks yang positif HIV, perempuan yang berasal dari Kota Karnataka dan Maharashtra lebih mungkin terinfeksi HIV daripada perempuan yang berasal dari Kota Bengal Barat dengan Odds Ratio (OR) 7,35. Hal ini dikarenakan Kota Karnataka dan Maharashtra merupakan daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi. Jadi perempuan korban perdagangan seks yang berasal dari daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi kemungkinan untuk telah terinfeksi HIV sebelumnya lebih besar.
H.    PENGOBATAN HIV
 Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.

Ø  Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.

Ø  Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen.


BAB III. EPIDEMIOLOGI
A.    DATA DUNIA TENTANG HIV AIDS

Grafik 1.
Laporan Kumulatif infeksi HIV per 1 juta
penduduk di negara-negara Eropa Timur: 1993 – 2001









Sumber : A HISTORY OF THE HIV/AIDS EPIDEMIC WITH EMPHASIS ON AFRICA, UNAIDS and WHO

Grafik 2
Laporan Jumlah Klinik Antenatal Sentinel Prevalensi HIV, WHO Wilayah Afrika, 1990-2002
Sumber : A HISTORY OF THE HIV/AIDS EPIDEMIC WITH EMPHASIS ON AFRICA, UNAIDS and WHO


Grafik 3.
Prevalensi HIV pada Wanita Hamil dan  Semua Orang Dewasa (15-49 thn) Di Dunia
Sumber : A HISTORY OF THE HIV/AIDS EPIDEMIC WITH EMPHASIS ON AFRICA, UNAIDS and WHO

DIAGRAM 1
Perkiraan proporsi infeksi HIV di berbagai
Populasi kelompok di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 2007
Sumber: USAID (Intimate Partner Relationships In Asia. 2009)



DIAGRAM 2
 
















Persentase Orang Dewasa (15 +) Yang Hidup Dengan HIV pada Perempuan Di beebrapa
Negara-Negara Wilayah Asia, 2002 Dan 2006













Sumber: USAID (Intimate Partner Relationships In Asia. 2009)











B.    DATA HIV DI INDONESIA
TABEL1

TABEL 2
JUMLAH KASUS HIV MENURUT JENIS KELAMIN DAN FAKTOR RESIKO 2011
Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia (Dilapor s/d Juni 2011)

TABEL 3
Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Menurut Golongan Umur, 2011
Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia (Dilapor s/d Juni 2011)

Grafik 1.
Jumlah Kasus AIDS di Indonesia 10 Tahun Terakhir Berdasarkan Tahun Pelaporan sd 31 Desember 2008

Tabel 4
Jumlah Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Tahun Pelaporan sd 31 Desember 2008













Diagram 1
Persentase Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin sd 31 Desember 2008










Grafik 2
Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Cara Penularan sd 31 Desember 2008

Grafik 3
10 Provinsi di Indonesia dengan Kasus AIDS Terbanyak sd 31 Desember 2008













Grafik 4
Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur



sd 31 Desember 2008



DIAGRAM 2
Proyeksi Total Jumlah Infeksi Hiv Pada Kelompok Penduduk
Di Jakarta, 2000-2020
Source: Asian Epidemic Model projections using Jakarta data., dari USAID (Intimate Partner Relationships In Asia. 2009)
TABEL 5
Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Berdasarkan Provinsi



















 Tabel 6
Jumlah Prevalensi Kasus AIDS per 100.000 penduduk Berdasarkan Provinsi

Tabel 7
Jumlah Kasus Baru AIDS/HIV Berdasarkan Tahun Pelaporan

BAB IV. PEMBAHASAN
A.    DATA DUNIA
1.     Grafik 1.Laporan Kumulatif infeksi HIV per 1 juta, penduduk di negara-negara Eropa Timur: 1993 – 2001
Dari gambar di atas diketahui bahwa paling tinggi kasus HIV/AIDS adalah di Negara Estonia yaitu: 1500 kasus per 1 juta penduduk. Sampai pertengahan 1990 an, sebagian besar negara-negara Eropa Timur tampaknya telah terhindar dari epidemi HIV. Tapi antara tahun 1995 dan 1998, Eropa Timur dan Asia Tengah dapat dilihat bahwa infeksi meningkat sekitar enam kali lipat. Sebagian besar epidemi yang didorong oleh penggunaan narkoba suntikan. Di Ukraina, misalnya, jumlah didiagnosis infeksi HIV melonjak dari hampir nol sebelum 1995 menjadi sekitar 20.000 per tahun pada 1996 dan seterusnya, sekitar 80% dari mereka adalah IDU.
HIV / AIDS menyebar dengan cepat melalui negara-negara di wilayah ini, yang terus mengalami epidemi tercepat-berkembang di dunia. Setelah meningkat pesat di Ukraina dan Belarus pada tahun 1995, epidemi kemudian mulai lepas landas di negara-negara lain dari wilayah- Moldova pada tahun 1996 dan Federasi Rusia pada tahun 1998, diikuti oleh Latvia dan kemudian Kazakhstan.

2.      Grafik 2 Laporan Jumlah Klinik Antenatal Sentinel Prevalensi HIV, WHO Wilayah Afrika, 1990-2002
Pada awalnya perkembangan kasus HIV/ AIDS terus meningkat, pada tahun 1994 mencapai puncak pengembangan klinik antenatal HIV dan kemudian jumlah klinik ini terus turun kembali. Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2001 dan 2001, yaitu : lebih dari 500 klinik  (pada 2001) dan mencapai 600 klinik (pada 2002). Klinik ini berfungsi memantau jumah penderita HIV selama kehamilan.

3.      Grafik 3. Prevalensi HIV pada Wanita Hamil dan  Semua Orang Dewasa (15-49 thn) Di Dunia
Di negara-negara dengan epidemi umum, prosedur prevalensi HIV pada wanita hamil
dengan menggunakan
 perkiraan  prevalensi pada semua orang dewasa, laki-laki dan perempuan, antara usia 15-49.
Prevalensi pada wanita hamil adalah ukuran proxy yang baik prevalensi dewasa. prevalensi Data dari wanita hamil diurutkan menjadi dua kategori geografis: daerah perkotaan besar dan di luar,utamanya perkotaan. Kurva epidemi kemudian cocok untuk set data ini menggunakan Estimasi UNAIDS dan Proyeksi Paket (EPP).
Kurva dilengkapi memberikan perkiraan tahunan prevalensi HIV point untuk daerah perkotaan dan non-perkotaan. Para
prevalensi aktual yang digunakan untuk non-perkotaan disesuaikan sebagai surveilans banyak negara ' sistem tidak mencakup daerah pedesaan dengan baik. Hal ini diasumsikan bahwa prevalensi HIV lebih rendah di daerah pedesaan dan karena itu jika sistem negara tidak mencerminkan populasi di daerah-daerah non-perkotaan, prevalensi diproduksi oleh EPP disesuaikan ke bawah sebesar 20% untuk mencerminkan bias ini
Disesuaikan Prevalensi HIV pada wanita hamil di daerah perkotaan dan pedesaan diterapkan pada populasi (15-49) di daerah perkotaan dan non-perkotaan untuk menghasilkan perkiraan jumlah orang dewasa hidup dengan HIV / AIDS di dua daerah. Ketika dikombinasikan ini memberikan perkiraan orang dewasa hidup dengan HIV / AIDS di negeri ini.
Spektrum paket perangkat lunak yang digunakan untuk menghasilkan perkiraan insiden dewasa dan kematian, serta perkiraan untuk anak-anak terinfeksi melalui ibu-ke-anak . Spektrum menggunakan kurva prevalensi dan menerapkan satu set asumsi untuk menghasilkan usia dan spesifik jenis kelamin perkiraan insiden, prevalensi, dan kematian untuk orang dewasa dan anak-anak. Ini asumsi adalah: efek 1) perempuan-ke-laki-laki prevalensi ransum, 2) HIV pada kesuburan, 3) penularan HIV dari ibu ke anak, 4) waktu survival dari infeksi sampai mati untuk orang dewasa dan anak-anak, 5) pola usia prevalensi, dan 6) efek dan tingkat cakupan untuk ARV.


4.      Diagram 1. Perkiraan proporsi  infeksi HIV di berbagai kelompok Populasi di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 2007

Dari diagram tersebut diketahui bahwa kelompok dengan proporsi infeksi HIV terbesar adalah pada kelompok pengguna jarum suntik (NAPZA) sekitar 30%, pada kelompok pelaku homo sexual sebesar 11%, pada PSK wanita sebesar 10%, pada pengguna/pelanggan PSK adalah 14%. Ini memperlihatkan bahwa masih besarnya penggunaan narkoba dengan jarum suntik di Negara Negara Asia sehingga penularan dengan jarum suntik cukup tinggi.

5.     Diagram 2. Persentase Orang Dewasa (15 +) Yang Hidup Dengan HIV pada Perempuan Di beberapa Negara-Negara Wilayah Asia, 2002 Dan 2006
Data ini menunjukkan bahwa pada tahun 2006 proporsi perempuan terinfeksi HIV lebih tinggi daripada di tahun 2002, misalnya, di Kamboja proporsinya meningkat menjadi 47% dari infeksi HIV total. Kebanyakan wanita yang terinfeksi, terinfeksi oleh suami mereka atau mitra yang terlibat dalam seks dibayar atau menyuntikkan narkoba. Pola infeksi HIV di kalangan perempuan di negara-negara di seluruh wilayah sangat bervariasi sesuai fase epidemi HIV di negara itu. Misalnya, dalam wabah yang mulai pada awal tahun 1980, proporsi perempuan yang terinfeksi telah  sangat meningkat. Pada 2007, perempuan merupakan 35% dari semua orang dewasa yang terinfeksi HIV di Asia, dan naik  17% pada tahun 1990. Bukti dari berbagai negara di Asia menunjukkan bahwa sebagian besar wanita tertular HIV bukan karena perilaku seksual mereka sendiri tetapi karena pasangan mereka terlibat dalam perilaku yang tidak aman.
Diperkirakan bahwa lebih dari 90% dari perempuan yang hidup dengan HIV yang diperoleh dari  suami  mereka atau dari pacar-pacar mereka dengan hubungna jangka  panjang (Bennetts et al, 1999.;Silverman dkk, 2008.).




B.    DATA DI INDONESIA
1.      Tabel 1. Hasil estimasi Populasi Rawan Tertular HIV Tahun 2006
Dari hasil estimasi atau perkiraan pada populasi rawan HIV tahun 2006 dapat dilihat bahwa estimasi terbesar terdapat pada Populasi “pasangan IDU” (pengguna jarum suntik bersama) dengan total populasi 90.000 (akumulasi seluruh Indonesia) dan terbesar pada wilayah DKI Jakarta, yaitu 16.680 orang. Sedangkan estimasi kedua terbesar, ada pada populasi “ Pengguna Wanita Pekerja Sex” yaitu total 28.340 orang (akumulasi seluruh Indonesia), terbesar pada wilayah DKI Jakarta yaitu 3.720 orang. Jakarta memang menjadi tempat dengan populasi terawan karena merupakan ibu kota, dengan penduduk padat dan mobilitas sangat tinggi.

2.      Tabel 2. JUMLAH KASUS HIV MENURUT JENIS KELAMIN DAN FAKTOR RESIKO 2011
Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa menurut jenis kelamin, penderita HIV terbesar ada pada laki-laki yaitu sekitar 19.139 orang. Sedangkan berdasarkan factor resiko dikeahui bahwa, HIV terbesar ada pada factor resiko “heteroseksual” maksudnya kasus ini menyerang pasangan suami istri, dimana biasanya pasutri ini melakukan hubungan seksual dengan pasangan lain yang menderita HIV, akibatnya mereka ditularkan juga. Kedua terbesar berdasarkan factor resikonya, adalah pada factor resiko “IDU” dengan jumlah 9.587 orang. Penggunaan jarum suntik secara bersama sama membuat HIV mudah ditularkan, HIV dan penyakit menular lainnya ini ditularkan melalui jarum suntik yang telah terkontaminasi oleh darah dari penderita yang selanjutnya digunakan oleh orang lain.

3.      Tabel 3. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Menurut Golongan Umur, 2011
Berdasarkan tabel diatas untuk jumlah kumulatif kasus AIDS, maka berdasarkan golongan umurnya, golongan umur dengan jumlah terbanyak ada pada rentang usi 20 – 29 tahun, dengan jumlah 12.288 orang. Jumlah ini cukup besar dan sangat mengkhawatirkan, rentang usi 20-29 tahun adalah usia yang asangat muad, produktifitas tinggi dan merupakan generasi penerus bangsa selanjutnya. Pada usia ini, untuk bertahan hidup mereka membutuhkan pekerjaan, dengan HIV/AIDS yang diidap maka biaya dan beban hidup akan semakin tinggi, karena mereka perlu berobat. Sedangkan kondisi penderita HIV/AIDS sangat meprihatinkan, jangankan untuk bekerja untuk menjalani kehidupan sehari hari pun akan sangat sulit. Pada kondisi ini rata rata ODHA membutuhkan dana bantuan social, karena mereka dalam kondisi buruk dan tidak berpenghasilan. Pemerintah perlu melakukan pembinaan serius untuk masa depan bangsa ini. Perbaikan ini harus dimulai sejak dini dan dengan program yang efektif.


4.      Grafik 1. Jumlah Kasus AIDS di Indonesia 10 Tahun Terakhir Berdasarkan Tahun Pelaporan sd 31 Desember 2008
Dari grafik dapat kita lihat bahwa dari tahun 2007 ke 2008 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 200 7 jumlah penderita mencaapi 11.141 orang dan menjadi 18.110 pada tahun 2008. Selama 10 tahun ini jumlah penderita terus mengalami peningkatan sekita 500 sampai 1.000 orang setiap tahunnya.


5.      Tabel 4.  Jumlah Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Tahun Pelaporan sd 31 Desember 2008
Dari tabel 4 dapat kita lihat bahwa kasus HIV terus bertambah dari 5 kasus terlapor pada 1987 sampe dengan 4.969 kasus terlapor pada 2008. Selama kurun waktu 1987 sampai dengan 2008 kasus HIV/AIDS di Indonesia telah mencapai jumlah 16.110 kasus terlapor.


6.      Diagram 1. Persentase Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin sd 31 Desember 2008
Berdasarkan jenis kelamin, dari 16110 kasus AIDS yang dilaporkan, sebanyak 12061 kasus adalah laki-laki, 3970 kasus adalah perempuan dan 79 kasus tidak diketahui jenis kelaminnya

7.      Grafik 2. Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Cara Penularan sd 31 Desember 2008
Dari grafik 2 di atas diketahui bahwa cara penularan terbesar adalah pasangan heteroseksual (48,0%). Faktor resiko pada pasangan heteroseksual dapat terjadi jika: pasangan merupakan pengguna jasa penjajah sex komersial, adanya multiple partner sex (pada pasangan lain jenis/heterosex masih mungkin terjadi penularan diakibatkan adanya pasangan seks yang lebih satu )
Cara penularan yang ke dua ditempati oleh paengguna IDU (inject Drugs User) sebesar 42,3%. Pengguna narkoba dengan pemakaian jarum suntik berganti gentian memudahkan berbagai jenis penyakit menular mudah tertular dikarenakan terkontaminasinya jarum suntik oleh darah yang telah terinfeksi.

8.      Grafik 3. 10 Provinsi di Indonesia dengan Kasus AIDS Terbanyak sd 31 Desember 2008
Dari 10 provinsi yang di data maka, dapat dilihat bahwa jumlah kasus HIV/AIDS terbesar ada pada Provinsi Jawa Barat, yaitu 2.688 kasus, ke dua adalah provinsi DKI Jakarta 2.781 kasus dan paling rendah adalah provinsi Riau yaitu sebesar 272 kasus.
Factor yang perlu diperhatikan adalah kepadatan dan mobilitas penduduk, serta perilaku seksual dan penggunaan IDU masyarakatnya. Jawa Barat menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan jumlah kasus terbanyak, padahal Jakarta memiliki populasi dan mobilitas yang lebih besar. Untuk itu factor perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam hal ini perlu ters diperhatikan

9.      Grafik 4. Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur, sd 31 Desember 2008
Dari grafik 4 di atas dapat kita lihat bahwa jumlah kasus HIV/AIDS berdasarkan kelompok umur, maka kelompok umur terbesar yang terserang kasus HIV/AIDs adalah kelompok umur 20-29 tahun.


10.  Diagram 2. Proyeksi Total Jumlah Infeksi Hiv Pada Kelompok Penduduk
Di Jakarta, 2000-2020
Diproyeksikan di kota Jakarta  pada tahun 2020 jumlah penderita HIV/AIDS akan terus meningkat. Pada Diagram 2 proyeksi  jangka panjang dari dampak persimpangan antara penggunaan jarum suntik dan paswangan maka kota Jakarta sebagai  kota metropolitan di mana diperkirakan 40 000 orang menyuntikkan narkoba (Komisi AIDS di Asia, 2008). Meskipun epidemi awalnya didukung oleh penularan HIV di antara pengguna narkoba suntikan, setelah sekitar 15 tahun penyuntik narkoba tidak lagi mayoritas terdiri dari orang yang terinfeksi HIV. di Indonesia epidemi ini cepat tumbuh  dan menyebar ke dalam jaringan pekerja seks,dalam  jangka panjang juga akan berdampak pada pasngan seks dan pekerja seks itu sendiri (Departemen Kesehatan [Indonesia] dan Statistik Indonesia, 2007; Statistik Indonesia dan Departemen Kesehatan [Indonesia], 2006).

11.  Tabel 5. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Berdasarkan Provinsi
Berdasarkan tabel 5 di atas diketahui bahwa dari 33 provinsi di Indonesia akumulasi jumlah kasus HIV/AIDS adalah sebesar 26.483 orang dengan jumlah kematian sebanyak 5056 orang. Provinsi dengan jumlah terbesar penderita HIV/AIDS adalah DKI Jakarta yaitu 3997 orang dan Papua 3938 orang.

12.  Tabel 6. Jumlah Prevalensi Kasus AIDS per 100.000 penduduk Berdasarkan Provinsi
Berdasarkan tabel 6 di atas diketahui bahwa dari 33 provinsi di Indonesia akumulasi jumlah prevalensi kasus AIDS secara nasional adalah sebesar 11.09. Provinsi dengan jumlah prevalensi terbesar 180.69 adalah Papua.

13.  Tabel 7. Jumlah Kasus Baru AIDS/HIV Berdasarkan Tahun Pelaporan
Berdasarkan tabel 7di atas diketahui bahwa dari tahun 1987 sampai Juni 2011 jumlah kasus baru AIDS/HIV semakin meningkat sebesar 2352 untuk AIDS dan 365 untuk AIDS/IDU.




BAB V. PENUTUP
A.    KESIMPULAN
a.       HIV merupakan sebuah virus berbahaya yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Selain itu, virus inilah yang menyebabkan AIDS.
b.      AIDS (Aqcuired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penurunan kekebalan tubuh sehingga tubuh rentan terhadap penyakit lain yang mematikan.
c.       Cara penularan HIV yang paling umum ialah melalui senggama, transfusi darah, jarum suntik dan kehamilan. Penularan lewat produk darah lain, seperti ludah, kotoran, keringat, dll. secara teoritis mungkin bisa terjadi, namun resikonya sangat kecil. Secara mudah, perlindungan dari AIDS dilakukan dengan cara ‘ABC’, yaitu Abstinence, Be faithful, Condom
d.      Pada data HIV / AIDS di Indonesia maka,
·         Berdasrkanprovinsi           : provisnsi dengan kasus terbanyak adalah Jawa   barat dan diikuti oleh DKI Jakarta
·         Berdasarkan jenis kelamin           : terbesar ada pada laki-laki yaitu sekitar 19.139 orang
·         Berdasarkan kelompok umur       : terbanyak pada kelompok umu 20 – 29 tahun
·         Berdasarkan cara penularan        : terbanyak pada pasangan heteroseksual dan pengguna IDU
B.     SARAN
Kami menyarankan agar :
·         Pemerintah dalam hal ini harus bertindak proaktif untuk mencegah peningkatan kasus HIV/AIDS pada kelompok umur produktif (20-29 thn)
·         Wawasan mengenai dampak penggunaan Napza utamanya dengan jarum suntik harus terus dikembangkan dan disosialisasikan pada masyarakat, utamnya pada siswa dan mahasiswa
·         Kesadaran tentang kesehatan reproduksi juga harus mendapat perhatian yang lebih. Pengetahuan tentang penularan penyakit yang diakibatkan oleh multiple sex partner perlu juga dikembangkan lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Apa sih AIDS itu dan bagaimana cara penularannya?, melalui http://yovita1305.wordpress.com/2008/03/15/apa-sih-aids-itu-dan-gmn-cara-penularannya/ , 20 Oktober 2011
2.      Depkes RI, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral, 2007.
3.      Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d Juni 2011, 20 Oktober 2011
4.      Family Health International, Esat Timor, Apa itu HIV / AIDS?
Diunduh melalui: http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf, 20 Oktober 2011
5.      HIV Medicine. Melalui http://www.hivmedicine.com/ , 20 Oktober 2011

6.      Komisi Penggulanagn AIDS, Final draft: STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 2007-2010
7.      Komunitas AIDS Indonesia. Informasi. Melalui http://aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS , 20 Oktober 2011
8.      Organisasi.org, Komunitas & Perpustakaan Online Indonesia, Pengertian, Definisi dan Cara Penularan/Penyebaran Virus HIV AIDS-Info/ Informasi Penyakit Menular Seksual/ PMS,melalui http://organisasi.org/pengertian_definisi_dan_cara_penularan_penyebaran_virus_hiv_aids_info_informasi_penyakit_menular_seksual_pms, 20 oktober 2011
9.      Population Division Department of Economic and Social Affairs United Nations ecretariat New York, 8-13 September 2003, WORKSHOP ON HIV/AIDS AND ADULT MORTALITYIN DEVELOPING COUNTRIES, 20 Oktober 2011
11.  Situs Download.com, cara penularan HIV AIDS, http://situsdownload.com/cara-mudah-cepat/cara-penularan-hiv-aids.html, 20 oktober 2011
12.  UNAIDS. Intimate Partner Relationships In Asia. 2009 . 
13.  UNAIDS and WHO, EPIDEMIOLOGICAL FACTSHEET. Melalui http://aidsinfo.unaids.org,  20 Oktober 2011
14.  VOA, Jumlah Penderita HIV/AIDS Di Asia Pasifik Terbesar Kedua Setelah Afrika 30 Maret 2011. Melalui http://www.voanews.com/indonesian/news/Jumlah-Penderita-HIVAIDS-Di-Asia-Pasifik-Terbesar-Kedua-Setelah-Afrika-118936544.html, 20 Oktober 2011

Epidemiologi Penyakit Menular Tentang HIV


BAB I. PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

.               Virus adalah organisme yang kecil, bahkan lebih kecil dari pada bakteri yang bisa menyebabkan TBC atau kolera. Virus tersebut begitu umum sehingga manusia dapat terserang olehnya beruulang kali sepanjang hidupnya. Virus dapat menyebabkan demam demikian juga polio, campak, gondok, dan flu. Virus-virus ini dapat tersebarkan oleh batuk, bersin/ sentuhan. HIV ( Human Immunodeficiency Virus) berbeda meskipun juga termasuk salah satu virus. HIV tidak dapat menyebar dengan cara yang sama seperti virus-virus pada umumnya. HIV hanya dapat disebarkan oleh hubungan seks, darah, jarum kotor, dan alat-alat lain, serta dari seorang ibu kepada anaknya yang belum lahir atau ibu yang menyusui bayinya.
Infeksi Human Immuno Deficiency Virus dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV dan AIDS) dalam 4 tahun terakhir semakin nyata menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari epidemi rendah menjadi epidemi terkonsentrasi. Hasil survei pada subpopulasi tertentu menunjukkan prevalensi HIV di beberapa propinsi telah melebihi 5% secara konsisten. Berdasarkan hasil estimasi oleh Departemen Kesehatan (Depkes) pada tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000 - 216.000 orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Indonesia.
 Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV dan AIDS diprioritaskan pada upaya pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus AIDS yang memerlukan terapi antiretroviral (ARV), maka strategi penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan.
Sejak awal abad ke 21 peningkatan jumlah kasus semakin mencemaskan. Pada akhir tahun 2003 di Indonesia jumlah kasus AIDS yang dilaporkan bertambah 355 kasus sehingga berjumlah 1371 kasus, semantara jumlah kasus HIV positif mejadi 2720 kasus.Pada akhir tahun 2003 25 provinsi telah melaporkan adanya kasus AIDS. Penularan di sub-populasi penasun meningkat menjadi 26,26% . Peningkatan jumlah kasus AIDS terus terjadi, pada akhir Desember 2004 berjumlah 2682 kasus, pada akhir Desember 2005 naik hampir dua kali lipat menjadi 5321 kasus dan pada akhir September 2006 sudah menjadi 6871 kasus dan dilaporkan oleh 32 dari 33 provinsi. Sementara estimasi tahun 2006, jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan 169.000–216.000 orang. Data hasil surveilans sentinel Departemen Kesehatan menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi HIV positif pada sub-populasi berperilaku berisiko, dikalangan penjaja seks (PS) tertinggi 22,8% dan di kalangan penasun 48% dan pada penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebesar 68%. Peningkatan prevalensi HIV positif terjadi di kota-kota besar, sementara peningkatan prevalensi di kalangan PS terjadi baik di kota maupun di kota kecil bahkan di pedesaan terutama di provinsi Papua dan Irian Jaya Barat. Di kedua provinsi terakhir ini epidemic sudah cenderung memasuki populasi umum (generalized epidemic).Distibusi umur penderita AIDS pada tahun 2006 memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak. Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai 54,77%, dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi 89,37%. Sementara persentase anak 5 tahun kebawah mencapai 1,22%. Diperkirakan pada tahun 2006 sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal.
Dengan tingginya angka penderita ini, maka dapat kita keahui bahwa HIV telah mampu menewaskan banyak jiwa. Selain itu HIV yang selanjutnya menjadi AIDS akan membuat penderitanya tak lagi produktif, sakit dan memiliki beban hidup (ekonomi social) yang tinggi. Inilah yang menjadi momok menakutkan dan perlu mendapat penanganan yang tept.






B.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan HIV?
2.      Apa yang menjadi unsur penyebab HIV?
3.      Bagaimana cara penularan HIV?
4.      Bagaimana cara virus HIV keluar masuk ke penjamu?
5.      Apakah yang menjadi pembawa (carrier) HIV ?
6.      Bagaimana gejala orang yang menderita HIV ?
7.      Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan HIV ?


C.     TUJUAN
1.      Mengetahui defenisi HIV dan bagaimana virus HIV bisa menimbulkan kerusakan pada system kekebalan manusia
2.      Mengetahui dan memahami unsur penyebab HIV
3.      Mengetahui cara penularan HIV
4.      Mengetahui  cara virus HIV keluar masuk ke penjamu
5.      Mengetahui pembawa (carrier) HIV
6.      Mengetahui dan memahami gejala orang yang menderita HIV
7.      Memahami cara pencegahan dan penanggulangan HIV








BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.    DEFENISI HIV
1.      hivPengertian HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah Virus yang menyerang sistim kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan timbulnya AIDS.
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.


HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia, terutama CD4 positive T-sel dan macrophages (komponen-komponen utama sistem kekebalan sel) dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).
Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi. Di sekitar kita banyak sekali infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV merupakan virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penurunan kekebalan tubuh, sehingga tubuh rentan terhadap penyakit lain yang mematikan. AIDS  disebabkan oleh Virus (Jasad Sub Renik) yang disebut dengan HIV. sedangkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) itu sendiri adalah Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan timbulnya AIDS.
Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai berikut:
·         Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.
·         Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tidak sembuh- sembuh)
·         Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau
·         Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS.

2.      HIV Melemahkan System Kekebalan Tubuh
 Sasaran penyerangan HIV adalah Sistem Kekebalan Tubuh, terutama adalah sel-sel Limfosit T4. Selama terinfeksi, limfosit menjadi wahana pengembangbiakan virus. Bila sel-sel Limfosit T4 -nya mati, virus akan dengan bebas menyerang sel-sel Limfosit T4 lainnya yang masih sehat. Akibatnya, daya tahan tubuh menurun.
Akhirnya sistem kekebalan tak mampu melindungi tubuh, sehingga kuman penyakit infeksi lain (kadang disebut Infeksi Oportunistik / Infeksi Mumpung) akan masuk dan menyerang tubuh orang tersebut. Bahkan kuman-kuman lain yang jinak tiba-tiba menjadi ganas. Kumannya bisa Virus lain, Bakteri, Mikroba, Jamur, maupun Mikroorganisme patogen lainnya. Penderita bisa meninggal karena TBC, Diare, Kanker kulit, Infeksi Jamur, dll.
Bila seseorang telah seropositif terhadap HIV, maka dalam tubuhnya telah mengandung HIV. Dalam jumlah besar HIV terdapat dalam darah, cairan vagina, air mani serta produk darah lainnya.  Apabila sedikit darah atau cairan tubuh lain dari pengidap HIV berpindah secara langsung ke tubuh orang lain yang sehat, maka ada kemungkinan orang lain tersebut tertular AIDS. Cara penularan yang paling umum ialah: senggama, transfusi darah, jarum suntik dan kehamilan. Penularan lewat produk darah lain, seperti ludah, kotoran, keringat, dll. secara teoritis mungkin bisa terjadi, namun resikonya sangat kecil.

3.      HIV menjadi AIDS
Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya AIDS. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika manusia terkena Virus HIV belum tentu terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.


Ada beberapa tahapan ketika seseorang dikatakan terinfeksi HIV hingga terkena AIDS. Tahapan-tahapan itu antara lain:
1.    Tahap 1: Periode Jendela
a)   HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah
b)   Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
c)   Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
d)   Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan
2.    Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
a)   HIV berkembang biak dalam tubuh
b)   Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
c)   Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV
d)   Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)
3.    Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
a)   Sistem kekebalan tubuh semakin turun
b)   Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
c)   Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan          tubuhnya
4.     Tahap 4: AIDS
a)   Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
b)   Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah


B.    SUMBER PENULARAN
Berdasarkan Sumber penularan Penyakit menular, terbagi atas 4 yaitu:
Penderita, Pembawa (carrier), Binatang sakit, Tumbuhan atau spora
Untuk penyakit HIV  sumber penularan berasal dari pembawa virus HIV, pembawa virus HIV biasanya belum menampakkan gejala yang berat, untuk dapat diketahui pembawa virus tersebut harus menjalani test dan serangkaian uji laboratorium lainnya. Walaupun tidak memiliki gejala klinis, namun pembawa virus HIV ini berpotensi besar menularkannya ke orang lain (healthy carrier: terlhat sehat namun mengandung unsure penyebab yang dapat ditularkan ke orang lain). HIV juga ditularkan oleh penderita HIV / AIDS itu sendiri, biasanya mereka yang telah memasuki tahap AIDS telah menunjukkan gejala gejala penurunan kekebalan tubuh yang sanagt jelas, mereka ini jika telah lama menderita masuk ke dalam chronic carrier: menjadi sumber penularan yang cukup lama.

C.     UNSUR PENYEBAB HIV dan CARA PENULARAN
Penyakit HIV disebabkan oleh virus, yaitu HIV sendiri (Human Immunodeficiency Virus) adalah Virus yang menyerang sistim kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan timbulnya AIDS. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu
Cara penularan Penyakit Menular terjadi melalui 4 cara, yaitu: kontak langsung, udara, makanan/minuman, dan vector. Berdasarkan cara penularan di atas maka HIV ditularkan melalui kontak langsung.

D.    CARA KELUAR MASUK DARI PENJAMU KE PENJAMU LAIN                   

Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan.
1.      Hubungan seks, terutama melalui anus (anal)
Orang yang punya penyakit infeksi jika memiliki luka atau ada cairan dari tubuh yang keluar maka bisa 10 kali menularkan potensi HIV kepada pasangannya lewat hubungan seks. Perilaku gonta ganti pasangan seks tanpa menggunakan kondom juga sangat berisiko. Lakukan hubungan seks yang aman.

2.      Penggunaan bersama jarum suntik yang terkontaminasi oleh pemakai narkoba atau perawatan kesehatan
Jarum suntik yang sudah dipakai bisa mengandung cairan dari pemakainya. Kebiasaan seperti ini yang banyak digunakan pemadat. Padahal jarum suntik hanya sekali pakai.


3.      Transfusi darah
Penularan melalui transfusi darah risikonya sangat tinggi, maka itu bank darah biasanya akan mengecek berulang-ulang pada darah yang digunakan pasien melalui skrining yang ketat.

4.      Antara ibu dan bayinya selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui
Ibu hamil yang punya penyakit HIV berisiko tinggi menularkan ke bayinya saat masa hamil, bersalin dan menyusui.
Penularan HIV dari ibu hamil ke anak bisa terjadi karena infeksi melewati plasenta, saat proses persalinan atau menyusui. Sumber infeksi ini bisa dari darah ibu, plasenta, cairan amnion dan ASI.
Kemungkinan bayi tertular HIV dari ibunya
pada masa kehamilan adalah 15-20 persen. Sedangkan pada saat kelahiran 10-15 persen, dan pada saat menyusui adalah 15-20 persen.
Untuk mengurangi ancaman anak yang dilahirkan tertular HIV dari ibu hamil, menurut dr Utami semua ibu hamil HIV harus diberi obat ARV (Antiretroviral). Pemberian ARV ini dapat menurunkan secara drastis kemungkinan bayi tertular HIV pada masa kehamilan.

5.      Terjadinya luka akibat pemakaian benda yang bersamaan seperti silet
Pisau cukur juga bisa menularkan HIV. Jadi hindari penggunaan barang-barang seperti itu bergantian, lebih baik punya sendiri, kecuali benda-benda itu sudah disterilkan.
Untuk mengerti bagaimana virus tersebut bekerja, seseorang perlu mengerti bagaimana sistem kekebalan tubuh bekerja. Sistem kekebalan mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Sistem ini terdiri dari banyak jenis sel. Dari sel–sel tersebut sel T–helper sangat krusial karena ia mengkoordinasi semua system kekebalan sel lainnya. Sel T–helper memiliki protein pada permukaannya yang disebut CD4.
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal. Tanpa perawatan, viral load, yang menunjuk pada jumlah relatif dari virus bebas bergerak didalam plasma darah, akan meningkat mencapai titik dimana tubuh tidak akan mampu melawannya.
Perkembangan dari HIV dapat dibagi dalam 4 fase:
1.      Infeksi utama (Seroconversion), ketika kebanyakan pengidap HIV tidak menyadari dengan segera bahwa mereka telah terinfeksi.
2.      Fase asymptomatic, dimana tidak ada gejala yang nampak, tetapi virus tersebut tetap aktif.
3.      Fase symptomatic, dimana seseorang mulai merasa kurang sehat dan mengalami infeksi–infeksi oportunistik yang bukan HIV tertentu melainkan disebabkan oleh bakteri dan virus–virus yang berada di sekitar kita dalam segala keseharian kita.
4.      AIDS, yang berarti kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV, adalah fase akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah CD4 kurang dari 200.

E.     GEJALA HIV
Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif.
Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan kaena tubuh kita membutuhkan waktu sekitar 3 – 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walau pun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan HIV melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi.
Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada tahapan AIDS adalah:
        Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat
        Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
        Diare berkepanjangan (lebih dri satu bulan)
Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :
·         Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)
·         Kelainan kulit dan iritasi (gatal)
·         Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan
·         Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher, ketiak dan lipatan paha.
Karena bentuk dan letak alat kelamin laki-laki berada di luar tubuh, gejala PMS lebih mudah dikenali, dilihat dan dirasakan. Tanda-tanda PMS pada laki-laki antara lain:
·         berupa bintil-bintil berisi cairan,
·         lecet atau borok pada penis/alat kelamin,
·         luka tidak sakit;
·         keras dan berwarna merah pada alat kelamin,
·         adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam,
·         rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin,
·         rasa sakit yang hebat pada saat kencing,
·         kencing nanah atau darah yang berbau busuk,
·         bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah menjadi borok.
Pada perempuan sebagian besar tanpa gejala sehingga sering kali tidak disadari. Jika ada gejala, biasanya berupa antara lain:
·         rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual,
·         rasa nyeri pada perut bagian bawah,
·         pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin,
·         keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya,
·         keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal,
·         timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual,
·         bintil-bintil berisi cairan,
·         lecet atau borok pada alat kelamin.

F.     PENCEGAHAN dan PENANGGULANGAN HIV

1.            Cara Pencegahan Secara Umum
 Terhadap infeksi HIV dapat dilakukan berbagai langkah pencegahan, yaitu: (a) primer: meliputi upaya pencegahan agar virus tidak menular ke orang lain (kontak seksual dengan pasangannya secara aman, melindungi janin dari ibu yang mengidap HIV, menghindari kontak antar darah) dengan memperhatikan azas kewaspadaan universal; (b) sekunder: bagi yang terlanjur terpapar dengan virus HIV (kontak seksual kemudian diketahui bahwa pasangannya mengidap HIV, kecelakaan kerja yang sering dialami oleh paramedis, dokter muda, PPDS, para dokter operator) melalui pemberian ARV secepat mungkin sampai terbukti tidak terpapar, sehingga virus tidak berkesempatan masuk ke dalam sel target; (c) tersier: dilakukan terhadap individu yang terpapar HIV dan virus telah masuk ke dalam sel target (setelah 1–2 minggu) dengan upaya mempertahankan status ketahanan tubuh agar tetap berada pada keadaan homeostasis, mencegah munculnya infeksi sekunder, melakukan deteksi dini infeksi sekunder, deteksi dini keganasan; (d) kuartener: upaya mencegah kematian sel, kematian jaringan, kematian organ, sehingga sistem tubuh tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Diperlukan upaya perbaikan gizi secara cepat dan tepat, melakukan inovasi intervensi untuk meningkatkan status imun, mengatasi infeksi primer melalui upaya peningkatan status imun dan eliminasi HIV dengan bantuan obat-obatan, mengatasi infeksi sekunder dan keganasan.

2.            Strategi Penanggulangan HIV-AIDS Di Dunia Dan Indonesia
Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia secara umum mengadopsi strategi yang digunakan oleh UNAIDS dan WHO. Kedua lembaga internasional ini menetapkan beberapa langkah penanggulangan HIV/AIDS di dunia dengan beberapa area prioritas. Karena penyakit ini hingga sekarang belum ada obat untuk menyembuhkannya, maka area pencegahan adalah salah satu prioritas yang harus dilakukan. Diantara program-program yang masuk dalam area pencegahan pada Strategi Nasional Penanggulangan HIV-AIDS adalah: kondomisasi, Subsitusi Metadon dan Pembagian Jarum Suntik Steril. Upaya penanggulangan HIV/AIDS versi UNAIDS ini telah menjadi kebijakan nasional yang berada di bawah koordinasi KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).
a. Kondomisasi
Kondomisasi (100% kondom) sebagai salah satu butir dari strategi nasional tersebut telah ditetapkan sejak tahun 1994 hingga sekarang. Kampanye pengunaan kondom awalnya dipopulerkan melalui kampanye ABCD. ABCD, yaitu A: abstinentia; B: be faithful; C: use Condom dan D: no Drug. Saat ini kampanye penggunaan kondom semakin gencar dilakukan melalui berbagai media, seperti buklet-buklet, melalui stasiun TV nasional, seminar-seminar, penyebaran pamflet-pamflet dan stiker dengan berbagai macam slogan yang mendorong penggunaan kondom untuk ‘safe sex’ dengan ‘dual protection’ (melindungi dari kehamilan tak diinginkan sekaligus melindungi dari infeksi menular seksual).
Kampanye kondom tak jarang dilakukan dengan membagi-bagikan kondom secara gratis di tengah-tengah masyarakat seperti mall-mall dan supermarket. Kampanye tentang kondom pun telah masuk ke perguruan tinggi dan sekolah-sekolah. Terakhir, demi memperluas cakupan sasaran penggunaan kondom (utamanya para ABG/remaja yang masih segan kalau harus membeli di apotik), kini telah diluncurkan program ATM (Anjungan Tunai Mandiri) kondom. Cukup dengan memasukkan 3 koin lima ratus perak, maka akan keluar 3 boks kondom dengan 3 rasa.

b. Subsitusi Metadon dan Pembagian Jarum Suntik Steril
Saat ini, strategi subsitusi metadon dalam bentuk Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dan pembagian jarum suntik steril telah menjadi salah satu layanan di rumah-rumah sakit, puskesmas-puskemas dan di klinik-klinik VCT (voluntary Counseling and Testing). DepKes menyediakan 75 rumah sakit untuk layanan CST (Care Support and Treatmen), tercatat 18 Puskesmas percontohan, 260 unit layanan VCT yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun benarkah upaya ini akan mengurangi risiko penularan HIV/AIDS? Jawabannya jelas tidak. Mengapa?
Subsitusi adalah mengganti opiat (heroin) dengan zat yang masih merupakan sintesis dan turunan opiat itu sendiri, misalnya metadon, buphrenorphine HCL, tramadol, codein dan zat lain sejenis. Subsitusi pada hakekatnya tetap membahayakan, karena semua subsitusi tersebut tetap akan menimbulkan gangguan mental, termasuk metadon. (Hawari, D. , 2004) Selain itu metadon tetap memiliki efek adiktif. (Bagian Farmakologi. FK. UI. Jakarta.2003) Sementara itu mereka yang terjerumus pada penyalahgunaan NARKOBA termasuk para IDU pada hakikatnya sedang mengalami gangguan mental organik dan perilaku, dimana terjadi kehilangan kontrol diri yang berikutnya menjerumuskan para pengguna NARKOBA dan turunannya tersebut pada perilaku seks bebas. Adapun pemberian jarum suntik steril kepada penasun agar terhindar dari penularan HIV/AIDS, jelas merupakan strategi yang sangat absurd. Ketika seorang pemakai sedang ’on’ atau ’fly’ karena efek narkoba suntik tersebut, mungkinkah masih memiliki kesadaran untuk tidak mau berbagi jarum dengan teman ’senasib sepenanggungannya’?! Di saat seperti itu, masihkah mereka memiliki kesadaran yang bagus tentang bahaya berbagi jarum suntik bersama, padahal pada saat yang sama mereka sudah lupa (baca: tidak sadar lagi) bahwa memakai narkoba suntik sebagaimana yang mereka lakukan sekarang -dengan atau tanpa berbagi jarum suntik- adalah hal yang membahayakan kesehatannya?! Lagi pula, sudah menjadi hal yang dipahami bahwa mereka-mereka yang sudah terlanjur ’terperangkap’ dalam jerat gaya hidup yang rusak ini biasanya memiliki rasa kebersamaan dan solidaritas yang sangat tinggi dengan teman-temannya sesama pemakai. Dari temanlah mereka pertama kali mengenal narkoba, dan bersama teman jugalah mereka kemudian bersama-sama berpesta narkoba. Hal ini dibuktikan oleh tingginya angka kekambuhan akibat bujukan teman-teman. Dan biasanya setiap pemakai memiliki peer group dengan anggota 9-10 orang.
Dengan demikian, memberikan jarum suntik meskipun steril, di tengah-tengah jeratan mafia NARKOBA sama saja menjerumuskan anggota masyarakat kepada penyalahgunaan NARKOBA. Terlebih lagi,  para pengguna narkoba ini tetap berisiko terjerumus pada perilaku seks bebas akibat kehilangan kontrol, meskipun mereka telah menggunakan jarum suntik steril.
G.    FAKTOR DETERMINAN HIV
a.      Faktor Host
 Infeksi HIV/AIDS saat ini telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi adalah pengguna narkoba suntik (Injecting Drug Use), kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak mitraseksual) misalnya WPS (wanita penjaja seks), dari satu WPS dapat menular ke pelanggan-pelanggannya selanjutnya pelanggan-pelanggan WPS tersebut dapat menularkan kepada istri atau pasangannya. Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesamanya atau lelaki seks lelaki (LSL). Narapidana dan anak-anak jalanan, penerima transfusi darah, penerima donor organ tubuh dan petugas pelayan kesehatan juga mejadi kelompok yang rawan tertular HIV.
Berdasarkan data Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Proporsi penularan HIV/AIDS melalui hubungan heteroseksual sebesar 50,3%, IDU 40,2%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) 3,3%, perinatal 2,6%, transfusi darah 0,1% dan tidak diketahui penularannya 3,5%.10 Risiko penularan dari suami pengidap HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%.27 Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS adalah usia pada saat infeksi. Orang yang terinfeksi HIV pada usia muda, biasanya lambat menderita AIDS, dibandingkan jika terinfeksi pada usia lebih tua.
Dalam Adisasmito (2007), risiko transmisi transplasental yaitu transmisi dari ibu kepada bayi/janinnya saat hamil atau saat melahirkan adalah 50%, yaitu apabila seorang ibu pengidap HIV melahirkan anak, maka kemungkinan anak itu terlular HIV.25 Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya 1%.15 Petugas kesehatan yang terluka oleh jarum suntik atau benda tajam lainnya yang mengandung darah yang terinfeksi virus HIV, mereka dapat menderita HIV/AIDS, angka serokonversi mereka <0,5%.
b.      Faktor Agent
Virus HIV secara langsung maupun tidak langsung akan menyerang sel CD4+. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga menggangu sel-sel efektor imun yang lainnya, daya tahan tubuh menurun sehingga orang yang terinfeksi HIV akan jatuh kedalam stadium yang lebih lanjut.
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan thymus, yang membuat individu yang terinfeksi akan terkena infeksi opurtunistik. Jumlah virus HIV yang masuk sangat menentukan penularan, penurunan jumlah sel limfosit T berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh.
 AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun, artinya dalam waktu lima tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan meninggal.27 Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan telah meninggal di Indonesia hingga Desember 2009 adalah 19,3%.
c.       Faktor Environment
Menurut data UNAIDS (2009), dalam survei yang dilakukan di negara bagian Sub-Sahara Afrika antara tahun 2001 dan 2005, prevalensi HIV lebih tinggi di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan, dengan rasio prevalensi HIV di kota : pedesaan yaitu 1,7:1. Misalnya di Ethiopia, orang yang tinggal di areal perkotaan 8 kali lebih mudah terinfeksi HIV dari pada orang-orang yang tinggal di pedesaan.
Penelitian Silverman, dkk (2006) desain Case records di Mumbai, pada 175 orang perempuan korban perdagangan seks di rumah pelacuran di India, 54,3% diantaranya berasal dari India, 29,7% berasal dari Nepal, 4% berasal dari Bangladesh dan 12% tidak diketahui asalnya. Dari 28,4% perempuan India korban perdagangan seks yang positif HIV, perempuan yang berasal dari Kota Karnataka dan Maharashtra lebih mungkin terinfeksi HIV daripada perempuan yang berasal dari Kota Bengal Barat dengan Odds Ratio (OR) 7,35. Hal ini dikarenakan Kota Karnataka dan Maharashtra merupakan daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi. Jadi perempuan korban perdagangan seks yang berasal dari daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi kemungkinan untuk telah terinfeksi HIV sebelumnya lebih besar.
H.    PENGOBATAN HIV
 Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.

Ø  Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.

Ø  Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen.


BAB III. EPIDEMIOLOGI
A.    DATA DUNIA TENTANG HIV AIDS

Grafik 1.
Laporan Kumulatif infeksi HIV per 1 juta
penduduk di negara-negara Eropa Timur: 1993 – 2001









Sumber : A HISTORY OF THE HIV/AIDS EPIDEMIC WITH EMPHASIS ON AFRICA, UNAIDS and WHO

Grafik 2
Laporan Jumlah Klinik Antenatal Sentinel Prevalensi HIV, WHO Wilayah Afrika, 1990-2002
Sumber : A HISTORY OF THE HIV/AIDS EPIDEMIC WITH EMPHASIS ON AFRICA, UNAIDS and WHO


Grafik 3.
Prevalensi HIV pada Wanita Hamil dan  Semua Orang Dewasa (15-49 thn) Di Dunia
Sumber : A HISTORY OF THE HIV/AIDS EPIDEMIC WITH EMPHASIS ON AFRICA, UNAIDS and WHO

DIAGRAM 1
Perkiraan proporsi infeksi HIV di berbagai
Populasi kelompok di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 2007
Sumber: USAID (Intimate Partner Relationships In Asia. 2009)



DIAGRAM 2
 
















Persentase Orang Dewasa (15 +) Yang Hidup Dengan HIV pada Perempuan Di beebrapa
Negara-Negara Wilayah Asia, 2002 Dan 2006













Sumber: USAID (Intimate Partner Relationships In Asia. 2009)











B.    DATA HIV DI INDONESIA
TABEL1

TABEL 2
JUMLAH KASUS HIV MENURUT JENIS KELAMIN DAN FAKTOR RESIKO 2011
Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia (Dilapor s/d Juni 2011)

TABEL 3
Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Menurut Golongan Umur, 2011
Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia (Dilapor s/d Juni 2011)

Grafik 1.
Jumlah Kasus AIDS di Indonesia 10 Tahun Terakhir Berdasarkan Tahun Pelaporan sd 31 Desember 2008

Tabel 4
Jumlah Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Tahun Pelaporan sd 31 Desember 2008













Diagram 1
Persentase Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin sd 31 Desember 2008










Grafik 2
Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Cara Penularan sd 31 Desember 2008

Grafik 3
10 Provinsi di Indonesia dengan Kasus AIDS Terbanyak sd 31 Desember 2008













Grafik 4
Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur



sd 31 Desember 2008



DIAGRAM 2
Proyeksi Total Jumlah Infeksi Hiv Pada Kelompok Penduduk
Di Jakarta, 2000-2020
Source: Asian Epidemic Model projections using Jakarta data., dari USAID (Intimate Partner Relationships In Asia. 2009)
TABEL 5
Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Berdasarkan Provinsi



















 Tabel 6
Jumlah Prevalensi Kasus AIDS per 100.000 penduduk Berdasarkan Provinsi

Tabel 7
Jumlah Kasus Baru AIDS/HIV Berdasarkan Tahun Pelaporan

BAB IV. PEMBAHASAN
A.    DATA DUNIA
1.     Grafik 1.Laporan Kumulatif infeksi HIV per 1 juta, penduduk di negara-negara Eropa Timur: 1993 – 2001
Dari gambar di atas diketahui bahwa paling tinggi kasus HIV/AIDS adalah di Negara Estonia yaitu: 1500 kasus per 1 juta penduduk. Sampai pertengahan 1990 an, sebagian besar negara-negara Eropa Timur tampaknya telah terhindar dari epidemi HIV. Tapi antara tahun 1995 dan 1998, Eropa Timur dan Asia Tengah dapat dilihat bahwa infeksi meningkat sekitar enam kali lipat. Sebagian besar epidemi yang didorong oleh penggunaan narkoba suntikan. Di Ukraina, misalnya, jumlah didiagnosis infeksi HIV melonjak dari hampir nol sebelum 1995 menjadi sekitar 20.000 per tahun pada 1996 dan seterusnya, sekitar 80% dari mereka adalah IDU.
HIV / AIDS menyebar dengan cepat melalui negara-negara di wilayah ini, yang terus mengalami epidemi tercepat-berkembang di dunia. Setelah meningkat pesat di Ukraina dan Belarus pada tahun 1995, epidemi kemudian mulai lepas landas di negara-negara lain dari wilayah- Moldova pada tahun 1996 dan Federasi Rusia pada tahun 1998, diikuti oleh Latvia dan kemudian Kazakhstan.

2.      Grafik 2 Laporan Jumlah Klinik Antenatal Sentinel Prevalensi HIV, WHO Wilayah Afrika, 1990-2002
Pada awalnya perkembangan kasus HIV/ AIDS terus meningkat, pada tahun 1994 mencapai puncak pengembangan klinik antenatal HIV dan kemudian jumlah klinik ini terus turun kembali. Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2001 dan 2001, yaitu : lebih dari 500 klinik  (pada 2001) dan mencapai 600 klinik (pada 2002). Klinik ini berfungsi memantau jumah penderita HIV selama kehamilan.

3.      Grafik 3. Prevalensi HIV pada Wanita Hamil dan  Semua Orang Dewasa (15-49 thn) Di Dunia
Di negara-negara dengan epidemi umum, prosedur prevalensi HIV pada wanita hamil
dengan menggunakan
 perkiraan  prevalensi pada semua orang dewasa, laki-laki dan perempuan, antara usia 15-49.
Prevalensi pada wanita hamil adalah ukuran proxy yang baik prevalensi dewasa. prevalensi Data dari wanita hamil diurutkan menjadi dua kategori geografis: daerah perkotaan besar dan di luar,utamanya perkotaan. Kurva epidemi kemudian cocok untuk set data ini menggunakan Estimasi UNAIDS dan Proyeksi Paket (EPP).
Kurva dilengkapi memberikan perkiraan tahunan prevalensi HIV point untuk daerah perkotaan dan non-perkotaan. Para
prevalensi aktual yang digunakan untuk non-perkotaan disesuaikan sebagai surveilans banyak negara ' sistem tidak mencakup daerah pedesaan dengan baik. Hal ini diasumsikan bahwa prevalensi HIV lebih rendah di daerah pedesaan dan karena itu jika sistem negara tidak mencerminkan populasi di daerah-daerah non-perkotaan, prevalensi diproduksi oleh EPP disesuaikan ke bawah sebesar 20% untuk mencerminkan bias ini
Disesuaikan Prevalensi HIV pada wanita hamil di daerah perkotaan dan pedesaan diterapkan pada populasi (15-49) di daerah perkotaan dan non-perkotaan untuk menghasilkan perkiraan jumlah orang dewasa hidup dengan HIV / AIDS di dua daerah. Ketika dikombinasikan ini memberikan perkiraan orang dewasa hidup dengan HIV / AIDS di negeri ini.
Spektrum paket perangkat lunak yang digunakan untuk menghasilkan perkiraan insiden dewasa dan kematian, serta perkiraan untuk anak-anak terinfeksi melalui ibu-ke-anak . Spektrum menggunakan kurva prevalensi dan menerapkan satu set asumsi untuk menghasilkan usia dan spesifik jenis kelamin perkiraan insiden, prevalensi, dan kematian untuk orang dewasa dan anak-anak. Ini asumsi adalah: efek 1) perempuan-ke-laki-laki prevalensi ransum, 2) HIV pada kesuburan, 3) penularan HIV dari ibu ke anak, 4) waktu survival dari infeksi sampai mati untuk orang dewasa dan anak-anak, 5) pola usia prevalensi, dan 6) efek dan tingkat cakupan untuk ARV.


4.      Diagram 1. Perkiraan proporsi  infeksi HIV di berbagai kelompok Populasi di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 2007

Dari diagram tersebut diketahui bahwa kelompok dengan proporsi infeksi HIV terbesar adalah pada kelompok pengguna jarum suntik (NAPZA) sekitar 30%, pada kelompok pelaku homo sexual sebesar 11%, pada PSK wanita sebesar 10%, pada pengguna/pelanggan PSK adalah 14%. Ini memperlihatkan bahwa masih besarnya penggunaan narkoba dengan jarum suntik di Negara Negara Asia sehingga penularan dengan jarum suntik cukup tinggi.

5.     Diagram 2. Persentase Orang Dewasa (15 +) Yang Hidup Dengan HIV pada Perempuan Di beberapa Negara-Negara Wilayah Asia, 2002 Dan 2006
Data ini menunjukkan bahwa pada tahun 2006 proporsi perempuan terinfeksi HIV lebih tinggi daripada di tahun 2002, misalnya, di Kamboja proporsinya meningkat menjadi 47% dari infeksi HIV total. Kebanyakan wanita yang terinfeksi, terinfeksi oleh suami mereka atau mitra yang terlibat dalam seks dibayar atau menyuntikkan narkoba. Pola infeksi HIV di kalangan perempuan di negara-negara di seluruh wilayah sangat bervariasi sesuai fase epidemi HIV di negara itu. Misalnya, dalam wabah yang mulai pada awal tahun 1980, proporsi perempuan yang terinfeksi telah  sangat meningkat. Pada 2007, perempuan merupakan 35% dari semua orang dewasa yang terinfeksi HIV di Asia, dan naik  17% pada tahun 1990. Bukti dari berbagai negara di Asia menunjukkan bahwa sebagian besar wanita tertular HIV bukan karena perilaku seksual mereka sendiri tetapi karena pasangan mereka terlibat dalam perilaku yang tidak aman.
Diperkirakan bahwa lebih dari 90% dari perempuan yang hidup dengan HIV yang diperoleh dari  suami  mereka atau dari pacar-pacar mereka dengan hubungna jangka  panjang (Bennetts et al, 1999.;Silverman dkk, 2008.).




B.    DATA DI INDONESIA
1.      Tabel 1. Hasil estimasi Populasi Rawan Tertular HIV Tahun 2006
Dari hasil estimasi atau perkiraan pada populasi rawan HIV tahun 2006 dapat dilihat bahwa estimasi terbesar terdapat pada Populasi “pasangan IDU” (pengguna jarum suntik bersama) dengan total populasi 90.000 (akumulasi seluruh Indonesia) dan terbesar pada wilayah DKI Jakarta, yaitu 16.680 orang. Sedangkan estimasi kedua terbesar, ada pada populasi “ Pengguna Wanita Pekerja Sex” yaitu total 28.340 orang (akumulasi seluruh Indonesia), terbesar pada wilayah DKI Jakarta yaitu 3.720 orang. Jakarta memang menjadi tempat dengan populasi terawan karena merupakan ibu kota, dengan penduduk padat dan mobilitas sangat tinggi.

2.      Tabel 2. JUMLAH KASUS HIV MENURUT JENIS KELAMIN DAN FAKTOR RESIKO 2011
Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa menurut jenis kelamin, penderita HIV terbesar ada pada laki-laki yaitu sekitar 19.139 orang. Sedangkan berdasarkan factor resiko dikeahui bahwa, HIV terbesar ada pada factor resiko “heteroseksual” maksudnya kasus ini menyerang pasangan suami istri, dimana biasanya pasutri ini melakukan hubungan seksual dengan pasangan lain yang menderita HIV, akibatnya mereka ditularkan juga. Kedua terbesar berdasarkan factor resikonya, adalah pada factor resiko “IDU” dengan jumlah 9.587 orang. Penggunaan jarum suntik secara bersama sama membuat HIV mudah ditularkan, HIV dan penyakit menular lainnya ini ditularkan melalui jarum suntik yang telah terkontaminasi oleh darah dari penderita yang selanjutnya digunakan oleh orang lain.

3.      Tabel 3. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Menurut Golongan Umur, 2011
Berdasarkan tabel diatas untuk jumlah kumulatif kasus AIDS, maka berdasarkan golongan umurnya, golongan umur dengan jumlah terbanyak ada pada rentang usi 20 – 29 tahun, dengan jumlah 12.288 orang. Jumlah ini cukup besar dan sangat mengkhawatirkan, rentang usi 20-29 tahun adalah usia yang asangat muad, produktifitas tinggi dan merupakan generasi penerus bangsa selanjutnya. Pada usia ini, untuk bertahan hidup mereka membutuhkan pekerjaan, dengan HIV/AIDS yang diidap maka biaya dan beban hidup akan semakin tinggi, karena mereka perlu berobat. Sedangkan kondisi penderita HIV/AIDS sangat meprihatinkan, jangankan untuk bekerja untuk menjalani kehidupan sehari hari pun akan sangat sulit. Pada kondisi ini rata rata ODHA membutuhkan dana bantuan social, karena mereka dalam kondisi buruk dan tidak berpenghasilan. Pemerintah perlu melakukan pembinaan serius untuk masa depan bangsa ini. Perbaikan ini harus dimulai sejak dini dan dengan program yang efektif.


4.      Grafik 1. Jumlah Kasus AIDS di Indonesia 10 Tahun Terakhir Berdasarkan Tahun Pelaporan sd 31 Desember 2008
Dari grafik dapat kita lihat bahwa dari tahun 2007 ke 2008 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 200 7 jumlah penderita mencaapi 11.141 orang dan menjadi 18.110 pada tahun 2008. Selama 10 tahun ini jumlah penderita terus mengalami peningkatan sekita 500 sampai 1.000 orang setiap tahunnya.


5.      Tabel 4.  Jumlah Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Tahun Pelaporan sd 31 Desember 2008
Dari tabel 4 dapat kita lihat bahwa kasus HIV terus bertambah dari 5 kasus terlapor pada 1987 sampe dengan 4.969 kasus terlapor pada 2008. Selama kurun waktu 1987 sampai dengan 2008 kasus HIV/AIDS di Indonesia telah mencapai jumlah 16.110 kasus terlapor.


6.      Diagram 1. Persentase Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin sd 31 Desember 2008
Berdasarkan jenis kelamin, dari 16110 kasus AIDS yang dilaporkan, sebanyak 12061 kasus adalah laki-laki, 3970 kasus adalah perempuan dan 79 kasus tidak diketahui jenis kelaminnya

7.      Grafik 2. Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Cara Penularan sd 31 Desember 2008
Dari grafik 2 di atas diketahui bahwa cara penularan terbesar adalah pasangan heteroseksual (48,0%). Faktor resiko pada pasangan heteroseksual dapat terjadi jika: pasangan merupakan pengguna jasa penjajah sex komersial, adanya multiple partner sex (pada pasangan lain jenis/heterosex masih mungkin terjadi penularan diakibatkan adanya pasangan seks yang lebih satu )
Cara penularan yang ke dua ditempati oleh paengguna IDU (inject Drugs User) sebesar 42,3%. Pengguna narkoba dengan pemakaian jarum suntik berganti gentian memudahkan berbagai jenis penyakit menular mudah tertular dikarenakan terkontaminasinya jarum suntik oleh darah yang telah terinfeksi.

8.      Grafik 3. 10 Provinsi di Indonesia dengan Kasus AIDS Terbanyak sd 31 Desember 2008
Dari 10 provinsi yang di data maka, dapat dilihat bahwa jumlah kasus HIV/AIDS terbesar ada pada Provinsi Jawa Barat, yaitu 2.688 kasus, ke dua adalah provinsi DKI Jakarta 2.781 kasus dan paling rendah adalah provinsi Riau yaitu sebesar 272 kasus.
Factor yang perlu diperhatikan adalah kepadatan dan mobilitas penduduk, serta perilaku seksual dan penggunaan IDU masyarakatnya. Jawa Barat menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan jumlah kasus terbanyak, padahal Jakarta memiliki populasi dan mobilitas yang lebih besar. Untuk itu factor perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam hal ini perlu ters diperhatikan

9.      Grafik 4. Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur, sd 31 Desember 2008
Dari grafik 4 di atas dapat kita lihat bahwa jumlah kasus HIV/AIDS berdasarkan kelompok umur, maka kelompok umur terbesar yang terserang kasus HIV/AIDs adalah kelompok umur 20-29 tahun.


10.  Diagram 2. Proyeksi Total Jumlah Infeksi Hiv Pada Kelompok Penduduk
Di Jakarta, 2000-2020
Diproyeksikan di kota Jakarta  pada tahun 2020 jumlah penderita HIV/AIDS akan terus meningkat. Pada Diagram 2 proyeksi  jangka panjang dari dampak persimpangan antara penggunaan jarum suntik dan paswangan maka kota Jakarta sebagai  kota metropolitan di mana diperkirakan 40 000 orang menyuntikkan narkoba (Komisi AIDS di Asia, 2008). Meskipun epidemi awalnya didukung oleh penularan HIV di antara pengguna narkoba suntikan, setelah sekitar 15 tahun penyuntik narkoba tidak lagi mayoritas terdiri dari orang yang terinfeksi HIV. di Indonesia epidemi ini cepat tumbuh  dan menyebar ke dalam jaringan pekerja seks,dalam  jangka panjang juga akan berdampak pada pasngan seks dan pekerja seks itu sendiri (Departemen Kesehatan [Indonesia] dan Statistik Indonesia, 2007; Statistik Indonesia dan Departemen Kesehatan [Indonesia], 2006).

11.  Tabel 5. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Berdasarkan Provinsi
Berdasarkan tabel 5 di atas diketahui bahwa dari 33 provinsi di Indonesia akumulasi jumlah kasus HIV/AIDS adalah sebesar 26.483 orang dengan jumlah kematian sebanyak 5056 orang. Provinsi dengan jumlah terbesar penderita HIV/AIDS adalah DKI Jakarta yaitu 3997 orang dan Papua 3938 orang.

12.  Tabel 6. Jumlah Prevalensi Kasus AIDS per 100.000 penduduk Berdasarkan Provinsi
Berdasarkan tabel 6 di atas diketahui bahwa dari 33 provinsi di Indonesia akumulasi jumlah prevalensi kasus AIDS secara nasional adalah sebesar 11.09. Provinsi dengan jumlah prevalensi terbesar 180.69 adalah Papua.

13.  Tabel 7. Jumlah Kasus Baru AIDS/HIV Berdasarkan Tahun Pelaporan
Berdasarkan tabel 7di atas diketahui bahwa dari tahun 1987 sampai Juni 2011 jumlah kasus baru AIDS/HIV semakin meningkat sebesar 2352 untuk AIDS dan 365 untuk AIDS/IDU.




BAB V. PENUTUP
A.    KESIMPULAN
a.       HIV merupakan sebuah virus berbahaya yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Selain itu, virus inilah yang menyebabkan AIDS.
b.      AIDS (Aqcuired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penurunan kekebalan tubuh sehingga tubuh rentan terhadap penyakit lain yang mematikan.
c.       Cara penularan HIV yang paling umum ialah melalui senggama, transfusi darah, jarum suntik dan kehamilan. Penularan lewat produk darah lain, seperti ludah, kotoran, keringat, dll. secara teoritis mungkin bisa terjadi, namun resikonya sangat kecil. Secara mudah, perlindungan dari AIDS dilakukan dengan cara ‘ABC’, yaitu Abstinence, Be faithful, Condom
d.      Pada data HIV / AIDS di Indonesia maka,
·         Berdasrkanprovinsi           : provisnsi dengan kasus terbanyak adalah Jawa   barat dan diikuti oleh DKI Jakarta
·         Berdasarkan jenis kelamin           : terbesar ada pada laki-laki yaitu sekitar 19.139 orang
·         Berdasarkan kelompok umur       : terbanyak pada kelompok umu 20 – 29 tahun
·         Berdasarkan cara penularan        : terbanyak pada pasangan heteroseksual dan pengguna IDU
B.     SARAN
Kami menyarankan agar :
·         Pemerintah dalam hal ini harus bertindak proaktif untuk mencegah peningkatan kasus HIV/AIDS pada kelompok umur produktif (20-29 thn)
·         Wawasan mengenai dampak penggunaan Napza utamanya dengan jarum suntik harus terus dikembangkan dan disosialisasikan pada masyarakat, utamnya pada siswa dan mahasiswa
·         Kesadaran tentang kesehatan reproduksi juga harus mendapat perhatian yang lebih. Pengetahuan tentang penularan penyakit yang diakibatkan oleh multiple sex partner perlu juga dikembangkan lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Apa sih AIDS itu dan bagaimana cara penularannya?, melalui http://yovita1305.wordpress.com/2008/03/15/apa-sih-aids-itu-dan-gmn-cara-penularannya/ , 20 Oktober 2011
2.      Depkes RI, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral, 2007.
3.      Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d Juni 2011, 20 Oktober 2011
4.      Family Health International, Esat Timor, Apa itu HIV / AIDS?
Diunduh melalui: http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf, 20 Oktober 2011
5.      HIV Medicine. Melalui http://www.hivmedicine.com/ , 20 Oktober 2011

6.      Komisi Penggulanagn AIDS, Final draft: STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 2007-2010
7.      Komunitas AIDS Indonesia. Informasi. Melalui http://aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS , 20 Oktober 2011
8.      Organisasi.org, Komunitas & Perpustakaan Online Indonesia, Pengertian, Definisi dan Cara Penularan/Penyebaran Virus HIV AIDS-Info/ Informasi Penyakit Menular Seksual/ PMS,melalui http://organisasi.org/pengertian_definisi_dan_cara_penularan_penyebaran_virus_hiv_aids_info_informasi_penyakit_menular_seksual_pms, 20 oktober 2011
9.      Population Division Department of Economic and Social Affairs United Nations ecretariat New York, 8-13 September 2003, WORKSHOP ON HIV/AIDS AND ADULT MORTALITYIN DEVELOPING COUNTRIES, 20 Oktober 2011
11.  Situs Download.com, cara penularan HIV AIDS, http://situsdownload.com/cara-mudah-cepat/cara-penularan-hiv-aids.html, 20 oktober 2011
12.  UNAIDS. Intimate Partner Relationships In Asia. 2009 . 
13.  UNAIDS and WHO, EPIDEMIOLOGICAL FACTSHEET. Melalui http://aidsinfo.unaids.org,  20 Oktober 2011
14.  VOA, Jumlah Penderita HIV/AIDS Di Asia Pasifik Terbesar Kedua Setelah Afrika 30 Maret 2011. Melalui http://www.voanews.com/indonesian/news/Jumlah-Penderita-HIVAIDS-Di-Asia-Pasifik-Terbesar-Kedua-Setelah-Afrika-118936544.html, 20 Oktober 2011