Pages

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MARUSU KAB. MAROS TAHUN 2013



RINGKASAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
BAGIAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN

MUJAHIDAH
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MARUSU KAB. MAROS TAHUN 2013
(xiv + 98 halaman + 14 tabel + 11 lampiran)

         Salah satu faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan. Tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas oleh pasien menunjukkan seberapa baik kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas pelayanan kesehatan di Puskesmas sekaligus menunjukkan tingkat kepercayaan pasien terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumen (keluarga, motivasi, persepsi, dan sikap) dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Jenis penelitian adalah penelitian observasional bersifat analitik dengan menggunakan desain cross sectional study. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik accidental sampling dengan jumlah responden 86 orang dari pasien yang memeriksakan kesehatan. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji statistik chi square dan fisher’s exact test. Untuk mengetahui keeratan hubungannya maka dilakukan uji koefisien phi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku konsumen terkait keluarga tidak ada hubungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan nilai ρ = 0,360, sedangkan terkait motivasi dengan nilai ρ = 0,015, persepsi dengan nilai ρ = 0,042, dan sikap dengan nilai ρ = 0,049 ada hubungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Saran untuk Puskesmas Marusu Kab. Maros adalah agar mempertahankan dan lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan termasuk dengan memperhatikan faktor yang berhubungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti perilaku konsumen terkait keluarga, motivasi, persepsi, dan sikap serta melakukan pembenahan yang kurang memuaskan bagi pasien.


Daftar Pustaka  : 47 (1995-2012)
Kata Kunci    : Perilaku Konsumen, Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Manajemen Logistik Rumah Sakit/Puskesmas

Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otononomi daerah membawa implilkasi terhadap organisasi kesehatan di Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula halnya dengan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, bila sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota.

Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan.

Proses perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas (LPLPO) ke UPOPPK di Kabupaten/Kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya.

Berikut berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah:
1.      Tahap Pemilihan Obat
Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah, untuk mendapatkan pengadaan obat yang baik,

2.      Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.

3.      Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat.
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di UPOPPK Kabupaten/Kota maupun unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan.

Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metoda :
a.      Metoda Konsumsi
Didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya, dimana untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metoda konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pengumpulan dan pengolahan data
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana

b.      Metoda Morbiditas
Metoda morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metoda ini adalah :
1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekwensi penyakit.
3) Menyediakan standar/ pedoman pengobatan yang digunakan.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk :
·         Memelihara mutu obat
·         Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung - jawab
·         Menjaga kelangsungan persediaan
·         Memudahkan pencarian dan pengawasan



Kegiatan penyimpanan obat meliputi :
·         Pengaturan tata ruang
·         Penyusunan stok obat
·         Pencatatan stok obat
·         Pengamatan mutu obat

Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan
Tujuan distribusi
1. Terlaksananya distrubusi obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan.
2. Terjaminnya kecukupan persediaan obat di unit pelayanan kesehatan.
Kegiatan Distribusi
Kegiatan distribusi obat di UPOPPK Kabupaten/Kota terdiri dari :
1.      Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan
2.      Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat program dan obat pelayanan kesehatan dasar (PKD) diluar jadwal distribusi rutin.
Tata Cara Pendistribusian Obat
1.      UPOPPK di Kabupaten/ Kota melaksanakan distribusi obat ke Puskesmas di wilayah kerjanya sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit pelayanan kesehatan.
2.      Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat-obatan untuk Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya.
3.      Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari UPOPPK ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah atas persetujuan Kepala Puskesmas yang membawahinya.
4.      Tata cara distribusi obat ke UPK dapat dilakukan dengan cara dikirim oleh UPOPPK atau diambil oleh UPK.
5.      Obat-obatan yang akan dikirim ke Puskesmas harus disertai dengan LPLPO atau SBBK.



Pencatatan Pendistribusian Obat
1.      Pencatatan Harian Penerimaan Obat
Obat yang telah diterima harus segera dicatat pada buku harian penerimaan obat.
Fungsi :
a. Sebagai lembar kerja bagi pencatatan penerimaan obat
b. Sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi ke unit pelayanan
c. Sebagai sumber data untuk mengitung persentase realisasi kontrak pengadaan obat.

2.      Pencatatan Harian Pengeluaran Obat
Obat-obatan yang telah dikeluarkan harus segera dicatat dan dibukukan pada Buku Harian Pengeluaran Obat mengenai data obat dan dokumen obat tersebut.
Fungsi :
Sebagai dokumen yang memuat semua catatan pengeluaran, baik mengenai data obatnya maupun dokumen yang menyertai pengeluaran obat tersebut.

Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat di UPOPPK Kabupaten/Kota merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas.
Tujuan pencatatan dan pelaporan
Tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.

Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
Kegunaan LPLPO sebagai :
1.      Bukti pengeluaran obat di UPOPPK
2.      Bukti penerimaan obat di Puskesmas/ Rumah Sakit
3.      Surat permintaan/pesanan obat dari Puskesmas/ RS kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota cq. UPOPPK.
4.      Sebagai bukti penggunaan obat di Rumah Sakit / Puskesmas



Penghapusan Sediaan Farmasi
Penghapusan adalah rangkaian kegiatan pemusnahan sediaan farmasi dalam rangka pembebasan barang milik/kekayaan negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku
Tujuan penghapusan sediaan farmasi adalah sebagai berikut :
1.      Penghapusan merupakan bentuk pertanggung jawaban petugas terhadap sediaan farmasi/obat-obatan yang diurusinya, yang sudah ditetapkan untuk dihapuskan/dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.      Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara
3.      Menjaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran lingkungan

Manajemen Pemasaran Pelayanan Kesehatan

 Tugas 1 :
BERBAGAI FAKTOR YANG MENDORONG PERTUMBUHAN BISNIS JASA

a.      Perubahan Demografis
Meningkatnya harapan hidup akan menghasilkan peningkatan ukuran populasi yang jauh lebih besar. Jumlah penduduk yang semakin banyak juga menyebabkan urbanisasi.
Contoh :
Penuaan populasi merupakan sebuah fenomena global. Walaupun ada lebih banyak orang tua di negara maju dibanding di negara berkembang, pengharapan hidup telah meningkat secara global. Pada tahun 1950, pengharapan hidup di negara-negara maju adalah 66 tahun, sedangkan di negara-negara berkembang pengharapan hidup hanya 40 tahun. Sekarang ini, jumlah ini sudah mencapai sekitar 76 dan 64, masing-masing; pada tahun 2050, pengharapan hidup di negara-negara maju diharapkan menjadi 81 tahun, sedangkan di negara berkembang diperkirakan 76 tahun. Sehingga, kesenjangan pengharapan hidup secara global meningkat secara homogen.
b.      Perubahan psikografis
psikografis adalah penelitian mengenai profil psikologi dari konsumen. Contohnya : pasien di rumah sakit dengan status sosial menengah atas biasanya lebih memilih kamar inap kelas satu karena “gengsi”. Selain itu, perasaannya lebih nyaman jika dirawat di kamar inap kelas satu, karena perawatannya lebih intensif.
c.       Perubahan Sosial
Salah satu contohnya adalah jumlah pekerja perempuan yang semakin besar. Dengan jumlah pekerja perempuan semakin besar maka akan meningkatkan permintaan jasa yang tadinya dikerjakan oleh perempuan. Selain itu double income juga menyebabkan permintaan jasa yang semakin meningkat.
d.      Perubahan Perekonomian
Meningkatnya spesialisasi dalam suatu perekonomian telah menghasilkan ketergantungan yang lebih besar terhadap penyedia jasa yang bersifat terspesialisasi. Contoh, meningkatnya permintaan terhadap jasa pelayanan rumah sakit yang memiliki spesialisasi penyakit jantung.
e.       Perubahan Politik dan Hukum
Internasionalisasi telah menghasilkan peningkatan dan permintaan baru akan jasa yang lebih professional.
Contoh :
Rumah sakit internasional membuka perdagangan bebas dengan Negara maju. Banyak permintaan peralatan medis yang lebih canggih dari Negara maju untuk dapat melayani permasalahan kesehatan yang lebih rumit.

Tugas 2 :
KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI JASA

1.      Intangibility (tidak berwujud)
Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium sebelum dibeli. Hal ini mengakibatkan pelanggan tidak dapat memprediksi hasilnya sebelum membeli jasa tersebut. Kesulitan untuk memprediksi suatu jasa membuat seseorang mencari bukti-bukti yang dapat menunjukkan kualitas suatu jasa. Kualitas suatu jasa dapat diprediksikan melalui tempat jasa tersebut diproduksi atau dihasilkan orang penghasil jasa, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harga jasa tersebut.
Contohnya : nasihat dan konseling. Nasihat tidak berwujud tetapi dapat dirasakan manfaatnya. Misalnya nasihat untuk mengkonsumsi gula jagung bagi penderita diabetes, nasihat yang diberikan tidak dapat dilihat, dipegang, diraba ataupun dicium tetapi manfaat dari nasihat tersebut dapat dirasakan oleh penderita diabetes jika ia melaksanakan nasihat tersebut.
2.      Unstorability
Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini juga tidak dapat dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.
Contohnya : dokter gigi yang memberikan jasa pemeriksaan kesehatan gigi. Jasa tersebut sekaligus diberikan dokter dan pasien langsung merasakannya.

3.      Customization (berdasarkan pelanggan)
Jasa itu berdasarkan permintaan pelanggan. Contohnya orang yang sedang sakit di rumahnya ingin di bawa ke RS, menelepon ambulance untuk datang. Jasa ambulance ini berdasarkan permintaan pelanggan.

Tugas 3:
BAURAN PEMASARAN

1.      RS DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
7 P (product, place, promotion, price, people, physical evidence, dan process)
dari ketujuh unsur marketing mix, maka place yang meliputi jarak dan kemudahan mengakses lokasi tempat jasa pelayanan disediakan yang memiliki kekuatan hubungan paling tinggi yaitu masuk dalam kategori kuat dan unsur promosi yang berorientasi pada komunikasi antara penyedia jasa dengan konsumen yang memiliki kekuatan hubungan paling lemah yaitu masuk dalam kategori sangat rendah. Kesimpulan  secara umum bahwa ketujuh unsur marketing mix memiliki hubungan yang signifikan dengan proses keputusan pasien memanfatkan rawat jalan RS Dr Wahidin Sudirohusodo. Disarankan kepada pihak manajemen Rumah Sakit bahwa untuk membuat keputusan tentang marketing mix diposisikan dengan segmen pasar dan oleh karena unsur-unsur marketing mix saling berdampak satu sama lain maka perlu diseimbangkan sehingga saling menguatkan dan mendukung bagian-bagian lain dalam bauran pemasaran tersebut.
Dari hasil penelitian tentang hubungan antara marketing mix dengan keputusan pasien memanfaatkan Pelayanan Rawat Jalan RSWS disimpulkan bahwa :
1.      Terdapat hubungan yang signifikan antara ketujuh unsur marketing mix dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS mulai dari tahap pencarian informasi, evaluasi alternatif, dan keputusan untuk memanfaatkan rawat jalan RSWS.
2.      Terdapat hubungan yang signifikan antara produk (product) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi keseluruhan atas objek atau proses yang memberikan berbagai nilai bagi pelanggan.
3.      Terdapat hubungan yang signifikan antara tempat (place) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi gabungan antara lokasi dan saluran distribusi konsumen.
4.      Terdapat hubungan yang signifikan antara promosi (promotion) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang berorientasi dengan komunikasi antara penyedia jasa dengan konsumen.
5.      Terdapat hubungan yang signifikan antara tarif (price) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi persyaratan pembayaran, kemudahan pembayaran serta tarif.
6.      Terdapat hubungan yang signifikan antara orang (people) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi bagaimana karyawan memanfaatkan perannya dalam memberikan pelayanan terhadap konsumen.
7.      Terdapat hubungan yang signifikan antara fisik (physical evidence)  dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi desain dan lay out bangunan atau ruangan pelayanan rawat jalan.
8.      Terdapat hubungan yang signifikan antara proses (process) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi prosedur, jadwal, mekanisme, dan kegiatan dalam memberikan pelayanan.

2.      RS BAPTIS KEDIRI
Karakteristik responden penelitian sebagian besar adalah berusia 21-40 tahun (50,7%), pendidikan responden sebagian besar adalah SLTA (40,7%). Pekerjaan responden sebagian besar adalah wiraswasta (31,3%) dan pendapatan responden sebagian besar responden antara Rp 1.000.000,- s.d. Rp 2.000.000,- adalah (42%). Berdasarkan hasil penelitian, gambaran dari Persepsi Pasien tentang bauran pemasaran dan loyalitas pasien adalah sebagai berikut:
a.       Sebagian besar responden mempunyai persepsi yang baik tentang product (56%), tetapi juga harus diperhatikan persepsi yang kurang baik karena dapat mempengaruhi loyalitas pasien.
b.      Sebagian besar responden mempunyai persepsi yang baik tentang price sebesar (58,7%). Persepsi pasien baik terutama untuk pernyataan bahwa tarif di poliklinik sudah sesuai denganpelayanan yang diberikan, tarif di poliklinik sesuai dengan kemampuan pasien/terjangkau, cara pembayaran di poliklinik mudah dan pelayanan pembayaran melalui kartu kredit
c.       Sebagian besar responden memiliki persepsi baik tentang place lebih besar (52,7%) dari pada persepsi yang kurang baik
d.      Sebagian besar responden memiliki persepsi yang kurang baik tentang promotion (52%), terutama responden tidak mengetahui RS Baptis mengadakan kegiatan sosial di masyarakat, tidak mengetahui adanya komunitas pasien, selain itu juga tidak mengetahui adanya seminar kesehatan di RS Baptis Kediri
e.       Sebagian besar responden mempunyai persepsi baik tentang people sebesar (58,7%)
f.       Sebagian besar responden mempunyai persepsi baik tentang process sebesar (56,7%)
g.      Responden yang loyal lebih besar (60,7) dibandingkan pasien yang kurang loyal.
Hasil analisis uji hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran dengan loyalitas pasien adalah sebagai berikut:
  1. Tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran product dengan loyalitas pasien (p-value=0,604 , p > 0,05)
  2. Ada hubungan antara persepsi pasien bauran pemasaran tentang price dengan loyalitas pasien (p-value=0,016 , p ≤ 0,05)
  3. Tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran place dengan loyalitas pasien (p-value=0,062 , p> 0,05)
  4. Tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran promotion dengan loyalitas pasien (p-value=0,201 , p > 0,05)
  5. Tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran people dengan loyalitas pasien (p-value=0,291, p > 0,05)
  6. Ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran process dengan loyalitas pasien (p-value=0, 019 , p ≤ 0,05)
Hasil analisis regresi logistic multivariat antara variabel persepsi pasien tentang bauran pemasaaran dengan loyalitas pasien dapat disimpulkan bahwa persepsi pasien tentang price (p = 0,026) dan persepsi pasien tentang process (p = 0,033) memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap loyalitas pasien. Untuk pasien yang mempunyai persepsi kurang baik tentang price mempunyai resiko menjadi tidak loyal 2 kali lebih besar dari pasien dengan persepsi price baik (p = 0,026, Exp(β) = 2,180), sedangkan untuk pasien yangmempunyai persepsi baik tentang process kurang baik mempunyai resiko menjadi tidak loyal 2 kali lebih besar dari pasien yang mempunyai persepsi process baik (p=0,033, Exp(β)=2,109). Sehingga untuk meningkatkan loyalitas pasien di poliklinik perlu diperbaiki bauran pemasaran price dan process secara bersama-sama.

3.      RS HONORIS TANGERANG
fasilitas yang tersedia di rumah sakit Honoris terkesan mewah. Tarif yang ditetapkan apabila dibadingkan dengan rumah sakit kompetitor masih cukup kompetitif namun apabila dibandingkan kompetitor terdekat terkesan lebih mahal. Dari sisi akses rumah sakit, maka rumah sakit honoris relatif kurang ideal.

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MARUSU KAB. MAROS TAHUN 2013



RINGKASAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
BAGIAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN

MUJAHIDAH
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MARUSU KAB. MAROS TAHUN 2013
(xiv + 98 halaman + 14 tabel + 11 lampiran)

         Salah satu faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan. Tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas oleh pasien menunjukkan seberapa baik kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas pelayanan kesehatan di Puskesmas sekaligus menunjukkan tingkat kepercayaan pasien terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumen (keluarga, motivasi, persepsi, dan sikap) dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Jenis penelitian adalah penelitian observasional bersifat analitik dengan menggunakan desain cross sectional study. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik accidental sampling dengan jumlah responden 86 orang dari pasien yang memeriksakan kesehatan. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji statistik chi square dan fisher’s exact test. Untuk mengetahui keeratan hubungannya maka dilakukan uji koefisien phi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku konsumen terkait keluarga tidak ada hubungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan nilai ρ = 0,360, sedangkan terkait motivasi dengan nilai ρ = 0,015, persepsi dengan nilai ρ = 0,042, dan sikap dengan nilai ρ = 0,049 ada hubungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Saran untuk Puskesmas Marusu Kab. Maros adalah agar mempertahankan dan lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan termasuk dengan memperhatikan faktor yang berhubungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti perilaku konsumen terkait keluarga, motivasi, persepsi, dan sikap serta melakukan pembenahan yang kurang memuaskan bagi pasien.


Daftar Pustaka  : 47 (1995-2012)
Kata Kunci    : Perilaku Konsumen, Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Manajemen Logistik Rumah Sakit/Puskesmas

Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otononomi daerah membawa implilkasi terhadap organisasi kesehatan di Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula halnya dengan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, bila sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota.

Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan.

Proses perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas (LPLPO) ke UPOPPK di Kabupaten/Kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya.

Berikut berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah:
1.      Tahap Pemilihan Obat
Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah, untuk mendapatkan pengadaan obat yang baik,

2.      Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.

3.      Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat.
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di UPOPPK Kabupaten/Kota maupun unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan.

Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metoda :
a.      Metoda Konsumsi
Didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya, dimana untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metoda konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pengumpulan dan pengolahan data
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana

b.      Metoda Morbiditas
Metoda morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metoda ini adalah :
1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekwensi penyakit.
3) Menyediakan standar/ pedoman pengobatan yang digunakan.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk :
·         Memelihara mutu obat
·         Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung - jawab
·         Menjaga kelangsungan persediaan
·         Memudahkan pencarian dan pengawasan



Kegiatan penyimpanan obat meliputi :
·         Pengaturan tata ruang
·         Penyusunan stok obat
·         Pencatatan stok obat
·         Pengamatan mutu obat

Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan
Tujuan distribusi
1. Terlaksananya distrubusi obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan.
2. Terjaminnya kecukupan persediaan obat di unit pelayanan kesehatan.
Kegiatan Distribusi
Kegiatan distribusi obat di UPOPPK Kabupaten/Kota terdiri dari :
1.      Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan
2.      Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat program dan obat pelayanan kesehatan dasar (PKD) diluar jadwal distribusi rutin.
Tata Cara Pendistribusian Obat
1.      UPOPPK di Kabupaten/ Kota melaksanakan distribusi obat ke Puskesmas di wilayah kerjanya sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit pelayanan kesehatan.
2.      Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat-obatan untuk Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya.
3.      Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari UPOPPK ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah atas persetujuan Kepala Puskesmas yang membawahinya.
4.      Tata cara distribusi obat ke UPK dapat dilakukan dengan cara dikirim oleh UPOPPK atau diambil oleh UPK.
5.      Obat-obatan yang akan dikirim ke Puskesmas harus disertai dengan LPLPO atau SBBK.



Pencatatan Pendistribusian Obat
1.      Pencatatan Harian Penerimaan Obat
Obat yang telah diterima harus segera dicatat pada buku harian penerimaan obat.
Fungsi :
a. Sebagai lembar kerja bagi pencatatan penerimaan obat
b. Sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi ke unit pelayanan
c. Sebagai sumber data untuk mengitung persentase realisasi kontrak pengadaan obat.

2.      Pencatatan Harian Pengeluaran Obat
Obat-obatan yang telah dikeluarkan harus segera dicatat dan dibukukan pada Buku Harian Pengeluaran Obat mengenai data obat dan dokumen obat tersebut.
Fungsi :
Sebagai dokumen yang memuat semua catatan pengeluaran, baik mengenai data obatnya maupun dokumen yang menyertai pengeluaran obat tersebut.

Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat di UPOPPK Kabupaten/Kota merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas.
Tujuan pencatatan dan pelaporan
Tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.

Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
Kegunaan LPLPO sebagai :
1.      Bukti pengeluaran obat di UPOPPK
2.      Bukti penerimaan obat di Puskesmas/ Rumah Sakit
3.      Surat permintaan/pesanan obat dari Puskesmas/ RS kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota cq. UPOPPK.
4.      Sebagai bukti penggunaan obat di Rumah Sakit / Puskesmas



Penghapusan Sediaan Farmasi
Penghapusan adalah rangkaian kegiatan pemusnahan sediaan farmasi dalam rangka pembebasan barang milik/kekayaan negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku
Tujuan penghapusan sediaan farmasi adalah sebagai berikut :
1.      Penghapusan merupakan bentuk pertanggung jawaban petugas terhadap sediaan farmasi/obat-obatan yang diurusinya, yang sudah ditetapkan untuk dihapuskan/dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.      Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara
3.      Menjaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran lingkungan

Manajemen Pemasaran Pelayanan Kesehatan

 Tugas 1 :
BERBAGAI FAKTOR YANG MENDORONG PERTUMBUHAN BISNIS JASA

a.      Perubahan Demografis
Meningkatnya harapan hidup akan menghasilkan peningkatan ukuran populasi yang jauh lebih besar. Jumlah penduduk yang semakin banyak juga menyebabkan urbanisasi.
Contoh :
Penuaan populasi merupakan sebuah fenomena global. Walaupun ada lebih banyak orang tua di negara maju dibanding di negara berkembang, pengharapan hidup telah meningkat secara global. Pada tahun 1950, pengharapan hidup di negara-negara maju adalah 66 tahun, sedangkan di negara-negara berkembang pengharapan hidup hanya 40 tahun. Sekarang ini, jumlah ini sudah mencapai sekitar 76 dan 64, masing-masing; pada tahun 2050, pengharapan hidup di negara-negara maju diharapkan menjadi 81 tahun, sedangkan di negara berkembang diperkirakan 76 tahun. Sehingga, kesenjangan pengharapan hidup secara global meningkat secara homogen.
b.      Perubahan psikografis
psikografis adalah penelitian mengenai profil psikologi dari konsumen. Contohnya : pasien di rumah sakit dengan status sosial menengah atas biasanya lebih memilih kamar inap kelas satu karena “gengsi”. Selain itu, perasaannya lebih nyaman jika dirawat di kamar inap kelas satu, karena perawatannya lebih intensif.
c.       Perubahan Sosial
Salah satu contohnya adalah jumlah pekerja perempuan yang semakin besar. Dengan jumlah pekerja perempuan semakin besar maka akan meningkatkan permintaan jasa yang tadinya dikerjakan oleh perempuan. Selain itu double income juga menyebabkan permintaan jasa yang semakin meningkat.
d.      Perubahan Perekonomian
Meningkatnya spesialisasi dalam suatu perekonomian telah menghasilkan ketergantungan yang lebih besar terhadap penyedia jasa yang bersifat terspesialisasi. Contoh, meningkatnya permintaan terhadap jasa pelayanan rumah sakit yang memiliki spesialisasi penyakit jantung.
e.       Perubahan Politik dan Hukum
Internasionalisasi telah menghasilkan peningkatan dan permintaan baru akan jasa yang lebih professional.
Contoh :
Rumah sakit internasional membuka perdagangan bebas dengan Negara maju. Banyak permintaan peralatan medis yang lebih canggih dari Negara maju untuk dapat melayani permasalahan kesehatan yang lebih rumit.

Tugas 2 :
KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI JASA

1.      Intangibility (tidak berwujud)
Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium sebelum dibeli. Hal ini mengakibatkan pelanggan tidak dapat memprediksi hasilnya sebelum membeli jasa tersebut. Kesulitan untuk memprediksi suatu jasa membuat seseorang mencari bukti-bukti yang dapat menunjukkan kualitas suatu jasa. Kualitas suatu jasa dapat diprediksikan melalui tempat jasa tersebut diproduksi atau dihasilkan orang penghasil jasa, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harga jasa tersebut.
Contohnya : nasihat dan konseling. Nasihat tidak berwujud tetapi dapat dirasakan manfaatnya. Misalnya nasihat untuk mengkonsumsi gula jagung bagi penderita diabetes, nasihat yang diberikan tidak dapat dilihat, dipegang, diraba ataupun dicium tetapi manfaat dari nasihat tersebut dapat dirasakan oleh penderita diabetes jika ia melaksanakan nasihat tersebut.
2.      Unstorability
Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini juga tidak dapat dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.
Contohnya : dokter gigi yang memberikan jasa pemeriksaan kesehatan gigi. Jasa tersebut sekaligus diberikan dokter dan pasien langsung merasakannya.

3.      Customization (berdasarkan pelanggan)
Jasa itu berdasarkan permintaan pelanggan. Contohnya orang yang sedang sakit di rumahnya ingin di bawa ke RS, menelepon ambulance untuk datang. Jasa ambulance ini berdasarkan permintaan pelanggan.

Tugas 3:
BAURAN PEMASARAN

1.      RS DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
7 P (product, place, promotion, price, people, physical evidence, dan process)
dari ketujuh unsur marketing mix, maka place yang meliputi jarak dan kemudahan mengakses lokasi tempat jasa pelayanan disediakan yang memiliki kekuatan hubungan paling tinggi yaitu masuk dalam kategori kuat dan unsur promosi yang berorientasi pada komunikasi antara penyedia jasa dengan konsumen yang memiliki kekuatan hubungan paling lemah yaitu masuk dalam kategori sangat rendah. Kesimpulan  secara umum bahwa ketujuh unsur marketing mix memiliki hubungan yang signifikan dengan proses keputusan pasien memanfatkan rawat jalan RS Dr Wahidin Sudirohusodo. Disarankan kepada pihak manajemen Rumah Sakit bahwa untuk membuat keputusan tentang marketing mix diposisikan dengan segmen pasar dan oleh karena unsur-unsur marketing mix saling berdampak satu sama lain maka perlu diseimbangkan sehingga saling menguatkan dan mendukung bagian-bagian lain dalam bauran pemasaran tersebut.
Dari hasil penelitian tentang hubungan antara marketing mix dengan keputusan pasien memanfaatkan Pelayanan Rawat Jalan RSWS disimpulkan bahwa :
1.      Terdapat hubungan yang signifikan antara ketujuh unsur marketing mix dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS mulai dari tahap pencarian informasi, evaluasi alternatif, dan keputusan untuk memanfaatkan rawat jalan RSWS.
2.      Terdapat hubungan yang signifikan antara produk (product) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi keseluruhan atas objek atau proses yang memberikan berbagai nilai bagi pelanggan.
3.      Terdapat hubungan yang signifikan antara tempat (place) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi gabungan antara lokasi dan saluran distribusi konsumen.
4.      Terdapat hubungan yang signifikan antara promosi (promotion) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang berorientasi dengan komunikasi antara penyedia jasa dengan konsumen.
5.      Terdapat hubungan yang signifikan antara tarif (price) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi persyaratan pembayaran, kemudahan pembayaran serta tarif.
6.      Terdapat hubungan yang signifikan antara orang (people) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi bagaimana karyawan memanfaatkan perannya dalam memberikan pelayanan terhadap konsumen.
7.      Terdapat hubungan yang signifikan antara fisik (physical evidence)  dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi desain dan lay out bangunan atau ruangan pelayanan rawat jalan.
8.      Terdapat hubungan yang signifikan antara proses (process) dengan keputusan pasien memanfaatkan Rawat Jalan RSWS yang meliputi prosedur, jadwal, mekanisme, dan kegiatan dalam memberikan pelayanan.

2.      RS BAPTIS KEDIRI
Karakteristik responden penelitian sebagian besar adalah berusia 21-40 tahun (50,7%), pendidikan responden sebagian besar adalah SLTA (40,7%). Pekerjaan responden sebagian besar adalah wiraswasta (31,3%) dan pendapatan responden sebagian besar responden antara Rp 1.000.000,- s.d. Rp 2.000.000,- adalah (42%). Berdasarkan hasil penelitian, gambaran dari Persepsi Pasien tentang bauran pemasaran dan loyalitas pasien adalah sebagai berikut:
a.       Sebagian besar responden mempunyai persepsi yang baik tentang product (56%), tetapi juga harus diperhatikan persepsi yang kurang baik karena dapat mempengaruhi loyalitas pasien.
b.      Sebagian besar responden mempunyai persepsi yang baik tentang price sebesar (58,7%). Persepsi pasien baik terutama untuk pernyataan bahwa tarif di poliklinik sudah sesuai denganpelayanan yang diberikan, tarif di poliklinik sesuai dengan kemampuan pasien/terjangkau, cara pembayaran di poliklinik mudah dan pelayanan pembayaran melalui kartu kredit
c.       Sebagian besar responden memiliki persepsi baik tentang place lebih besar (52,7%) dari pada persepsi yang kurang baik
d.      Sebagian besar responden memiliki persepsi yang kurang baik tentang promotion (52%), terutama responden tidak mengetahui RS Baptis mengadakan kegiatan sosial di masyarakat, tidak mengetahui adanya komunitas pasien, selain itu juga tidak mengetahui adanya seminar kesehatan di RS Baptis Kediri
e.       Sebagian besar responden mempunyai persepsi baik tentang people sebesar (58,7%)
f.       Sebagian besar responden mempunyai persepsi baik tentang process sebesar (56,7%)
g.      Responden yang loyal lebih besar (60,7) dibandingkan pasien yang kurang loyal.
Hasil analisis uji hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran dengan loyalitas pasien adalah sebagai berikut:
  1. Tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran product dengan loyalitas pasien (p-value=0,604 , p > 0,05)
  2. Ada hubungan antara persepsi pasien bauran pemasaran tentang price dengan loyalitas pasien (p-value=0,016 , p ≤ 0,05)
  3. Tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran place dengan loyalitas pasien (p-value=0,062 , p> 0,05)
  4. Tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran promotion dengan loyalitas pasien (p-value=0,201 , p > 0,05)
  5. Tidak ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran people dengan loyalitas pasien (p-value=0,291, p > 0,05)
  6. Ada hubungan antara persepsi pasien tentang bauran pemasaran process dengan loyalitas pasien (p-value=0, 019 , p ≤ 0,05)
Hasil analisis regresi logistic multivariat antara variabel persepsi pasien tentang bauran pemasaaran dengan loyalitas pasien dapat disimpulkan bahwa persepsi pasien tentang price (p = 0,026) dan persepsi pasien tentang process (p = 0,033) memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap loyalitas pasien. Untuk pasien yang mempunyai persepsi kurang baik tentang price mempunyai resiko menjadi tidak loyal 2 kali lebih besar dari pasien dengan persepsi price baik (p = 0,026, Exp(β) = 2,180), sedangkan untuk pasien yangmempunyai persepsi baik tentang process kurang baik mempunyai resiko menjadi tidak loyal 2 kali lebih besar dari pasien yang mempunyai persepsi process baik (p=0,033, Exp(β)=2,109). Sehingga untuk meningkatkan loyalitas pasien di poliklinik perlu diperbaiki bauran pemasaran price dan process secara bersama-sama.

3.      RS HONORIS TANGERANG
fasilitas yang tersedia di rumah sakit Honoris terkesan mewah. Tarif yang ditetapkan apabila dibadingkan dengan rumah sakit kompetitor masih cukup kompetitif namun apabila dibandingkan kompetitor terdekat terkesan lebih mahal. Dari sisi akses rumah sakit, maka rumah sakit honoris relatif kurang ideal.